PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Makalah
disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen
Sumber Daya Manusia Perbankan Syari’ah
Dosen Pengampu:
Enny Puji Lestari, M.E.Sy
Disusun
Oleh:
Kelompok
7
Kelas
A
Putri
Diah Pitaloka 141271510
M.
Marzuki Ali 141268810
Shinta
Purwati 141273010
PROGRAM
STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
(S1
PERBANKAN SYARIAH)
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Seraya memanjatkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT.
karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan
judul “PENILAIAN PRESTASI KERJA”. Sehubungan dengan tersusunnya laporan ini penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisanmakalahini.Secara khusus penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Enny
Puji Lestari, M.E.Sy. selaku pembimbing di bidang Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya
Manusia Perbankan Syari’ah di Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro,
2. Serta teman-teman yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Demikian pula dengan makalah ini, masih jauh dari sempurna, karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf apabila
ada kesalahan ataupun kekeliruan dalam makalah ini.
Metro, April
2016
Penulis
KATA PENGANTAR..............................................................................
ii
Daftar ISI..............................................................................................
iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Persiapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja.................................. 2
B. Penilaian Prestasi dimasa Lalu.................................................... 9
C. Penilaian dengan Orientasi Masa depan..................................... 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 28
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada
umumnya dalam manajemen sumberdaya manusia bahwa penilaian prestasi kerja para
pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses pekerjaan pegawai yang
bersangkutan. Pentingnya penilaian prestasi kerja diperlukan untuk kepentingan
pegawai yang bersangkutan maupun kepentingan organisasi. Bagi para pegawai,
penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti
kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya untuk menentukan tujuan,
rencana dan pengembangan kariernya. Bagi organisasi, hasil penilaian prestasi
kerja para pegawai sangat penting dalam pengambilan keputusan, seperti
kebutuhan pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, penempatan, promosi, imbalan dan keseluruhan proses manajemen sumberdaya
manusia secara efektif. Penilaian prestasi harus benar agar informasi yang
diperoleh juga benar. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penilaian prestasi kerja serta persiapan dan teknik penilaiannya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan penilaian prestasi kerja?
2. Bagaimana
persiapan dalam penilaian prestasi kerja?
3. Apa
saja teknik yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami makna dari
penilaian prestasi kerja.
2.
Mengetahui persiapan yang dilakukan
dalam penilaian prestasi kerja.
3.
Mengetahui macam-macam teknik yang
digunakan dalam penilaian prestasi kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh:
Muhammad Marzuki Ali
NPM:
141268810
A.
Persiapan
Sistem Penilaian Prestasi Kerja
1.
Pengertian dan
kegunaan penilaian prestasi kerja
Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam
manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian prestasi kerja para
pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan pegawai yang
bersangkutan. Pentingnya penilaian restasi kerja adalah untuk kepentingan
Pegawai dan kepentingan organisasi.
Pengembangan
Bagi para pegawai, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang
berbagai hal seperti kemampuan,keletihan,kekurangan dan potensinya yang pada
gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan,jalur,rencana dan perkembangan
kariernya.
Bagi
organisasi, hasil penelain prestasi kerja paea pegawai sangat penting arti dan
perannannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti
identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan,rekrutmen,seleksi,penempatan,promoi
dan lain-lain.dan penilaian ini dilakukan secara continue terhadap pegawai secara formal maupun informal dan sesuai
dengan prinsip sumber daya mausia. Dalam penilain harus berlaku adil, sudah
maklum sifat adil dilakuakan karena merupakan prinsip manajemen sumber daya
manusia, sehingga harus di pegang teguh.
Yang
dimaksud dengan system penilain prestasi kerja ialah suatu pendekatan dalam
melakukan pendekatan dalam melakukan
penilaian prestasi kerja para pegawai dimana terdapat beberapa faktor:
1.
Yang dinilai
adalah manusia yang disamping memiliki kemampuan tertentu juga yidak luput dari
berbagai kelemahan da kekurangan.
2.
Penilaian yang
dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistic, berkaitan
langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan
secara obyektif.[1]
3.
Hasil penilaian
harus di sampaikan kepada pegawai
4.
Hasil penilaian
yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan rapid an arsip
kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang
sifatnya menguntungkan pegawai maupun merugikan..
5.
Hasil penilaian
prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan
dalam setiap keputusan yang diambi mengenai mutasi pegawai,baik dalam arti
promosi, alih tugas, maupun lainnya.
2. Persiapan
sistem penilaian prestasi kerja
Bahwa
terciptanya system penilaian prestsi kerja yang baik sangat tergantung pada persiapan
yang benar-benar matang, matang yang berarti memenuhi empat persyaratan, yaitu
keterkaitan langsung dengan pekerjaan, praktis, kejelasan standard an adanya
kriteria yang obyektif.
Yang dimaksud dengan kriteria keterkaitan
langsung dengan pekerjaan seseorang ialah bahwa penilaian ditunjukan pada perilaku dan sikap yang
menetukan keberhasilan menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu, missalnya
sikap ramah dalam memberikan pelayanan, ketepatan waktu memenuhi janji,
kejujuran bagi seorang kasir dan sebagainya.
Suatu system yang praktis adalah cara
penilaian yang dipahami dan diterima oleh pihak penilai dan yang dinilai.
Berart adanya persepsi yang sama atara dua belah pihak tentang segi-segi
pekerjaan apa yang dinilai dan teknik penilaian yang digunakan merupakann hal
yang sangat penting. Perbedaan persepsi mengenai hal tersebut aan berakibat
pada perbedaan interprestasi tentang hasilnya.
Aspek penting lainnya dari suatu system
penilaian prestasi kerja ialaha standar yang jelas. Sasaran utama dari adanya
standar standar tersebut ialah teridentifikasinya unsur-unsur kritikal suatu
pekerjaan. Standar itulahya yang menjadi tolok ukur seseorang melakukan suatu
pekerjaan.[2]
Perlu ditekankan bahwa penetuan standar
tersebut bukanlah bersifat “karangan” akan tetapi bersumber dari analisis
pekerjaan yang harus dipahami oleh dan diterima oleh pegawai sebelum
diterapkan, bukan sesudahnya. Agar mempunyai nilai yang tinggi, standar itu
hrus mempunyai nilai komparatif dalam arti bahwa dalam penerapannya harus dapat berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja
seseorang pekerja dengan pekerja lain yang melakukan pekerjaan sejenis.
Tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam mempersiapkan suatu
system penilaian prestasi kerja ialah adanya takaran-takaran yang
digunakan untuk mengukur prestasi kerja
seseorang agar benar-benar bermanfaat.
Takaran-takaran tersebut tersebut
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Mudah digunakan, handal dan
memberikan informasi tentang
perilaku yang kritikal yang menentukan
keberhasilan dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Dalam
praktek, takaran-takaran tersebut digunakan
baik digunakan baik melalui pengamatan langsung ataupun tidak secara langsung.
Contoh berikut memaparkan apa yang dimaksud, dalam memberikan pelayanan kepada
para nasabahnya, salah satu kegiatan disuatu bank adalah menggunakan cek,
seorang penyelia mengamati cara kerja para bawahannya untuk melihat:
Melihat
kemahiran menempuh prosedur yang telah ditentukan, sikap menghadapi nasabah,
kecermatan membayar uang, kecepatan menyelesaian tugas. Dan kegiatan penyelia
tersebut merupkan penilaian secara lansung.
Sedangkan
pengamatan tidak secara langsung dapat berupa penyelenggaraan ujian
tertulis untuk melihat apakah para
pegawai menguasai prosedur yang telah ditetapkan oleh bank yang bersangkutan
dalam menguangkan cek seperti: Keabsahan tanda tangan orang yang menguangkan
cek, tersedia atau tidaknya uang daa membayar cek yang dikeluarkan, jati diri
penerima pembayaran cek, waktu yang gunakan untuk pemrosesan verifikasi dan
kegiatan lain yang memang harus ditempuh[3]
Terkdang
prestasi kerja dipengaruhi oleh factor dari luar lingkungan kerja, kondisi dan
finansial atau masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi, departemen
pesonalia dapat menawarkan bantuan.
Penilaian
hendaknya memberikan gambaran akurat mengenai prestasi kerja kariawan. Untuk
mencapai tujuan ini , sistem-sistem penialaian harus mempunyai hubungan dengan
pekerjaan, praktis dan mempunyai standar-standar dan menggunakan ukuran yang
dapat diandalkan.Job realist itu
berarti bahwa system menilai perilaku-perilaku kristis yang mewujudkan
keberhasilan perusahaan. Sedangkan suatu system disebut praktis bila dipahami
atau dimengerti oleh para penilai dan karyawan.
Disamping
harus job realist dan praktis,
evaluasi prastasi kerja memerlukan standar-standar pelaksanaan kerja. Agar
efektif standar hendaknyaa berhubungan dengan hasil-hasil yang di inginkan
setiap pekerjaan. Lebih lanjut evaluasi jua memerlukan ukuran-ukuran prestasi
kerja yang dapat diandalkan.
Observasi-observasi
bisa dilakukan secara langsung ataupun tidak secara langsung, obsevasi langsung
bisa secara nyata melihat pelaksanaan kerja, sedangkan observasi tidak langsung
terjadi bila penilai hanya dapat menilai tiruan pelaksanaan kerja nyata
sehingga kurang akurat.
Persiapan
penilaian prestasi yang penting antara lain adalah memeprsiapkan penilai,
penilai sering tidak berhasil untuk tidak melibatkan emosionalnya dalam menilai
prestasi kerja karyawan. Ini menyebabkan evaluasi menjadi Bias. Bias adalah
distorsi pengukuran yang tidak akurat. Masalah Bias terutama bila ukuran-ukuran
yang digunakan bersifat subyektif.[4]
Penilaian
prestasi kerja adalah proses melalui proses organisasi-organisasi menilai
kinerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan
personalitas dan memeberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
pelaksanaan kerja mereka. Kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci
sebagai berikut:
1.
Perbaikan prestasi kerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja karyawan,
manager dan departemenn personalia dapat membenarkan keiatan-kegiatan mereka
untuk memperbaiki prestasi.
2.
Penyesuaian-penyesaian kompensasi
Evaluasi
prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan
upah, pemberian bonus ataupun kompensasi lainnya.
3.
Keputusan-keputusan penempatann
Promosi,
transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau
antisipasinya.
4.
Kebutuhan latihan dan pengembangan
Prestasi
yang buruk mungkin menunjukan kebutuhan latihan, demikian juga prestasiyang
baik mungkin mencerminan potensi yang hrus di kembangkan.
5.
Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.
Prestasi
yang buruk merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan, penilaian
prestasi dapat membantu diagnose kesalahan-kesalahan tersebut.
6.
Kesempatan kerja yang adil
Penilaian
prestasi kerj secara akurat dan menjamin keputusan-keputusan penempatan
internal diambil tanpa diskriminasi.
3. Faktor-faktor
yang memengaruhi prestasi kerja
Menurut
Streers (1984), umumnya orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan
fungsi gabungan dari tiga factor:
1.
Kemampuan dan minat seseorang
2.
Kejelasan dan penerimaan atas penejasan
peranan seorang pekerja
3.
Tingkat motivasi kerja
Walaupun
setiap faktor secara sendiri-sendiri dapat juga mempunyai arti yang penting,
tetapi kombinasi ketiga tersebut sangat menentukan tingkat hasil tiap pekerja,
yang pada gilirannya membantu prestasi suatu organisasi secara keseluruhan.[5]
Ada dua faktor yang mempengaruhi pretasi kerja, yaitu faktor individu dan
faktor lingkugan. Faktor individu yang dimaksud adalah:
1.
Usaha yang menunjukan sejumlah sinergi
fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas
2.
Abilities, yaitu sifat-sifat personal
yang diperlukan dalam melaksanakan tugas.
3.
Role/ask perception yaitu segala prilaku dan aktivitas yang
dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan pekerjaan.
Adapun faktor dari lingkungan yang
memengaruhi penilaian prestasi kerja adalah:
1.
Kondisi fisik
2.
Peralatan
3.
Waktu
4.
Marerial
4. Arti
Penting dan Tujuan Penilaian Prestasi Kerja
Dalam suatu organisasi atau peruahan,
para karyawan atau supervisor, manajer dan lainnya juga dilakukan penilaian,
namun dalam hal ini penilaian diarahkan kepada penilaia prestasi kerja,
sehingga fokus penilaianya adalah sejauh mana seorang karyawan, supervisor,
manajer tersebut tela melaksanakan pekerjaannya, apakar karyawan tersebut sudah
melakukan pekerjaannya sesuai yang diharapkan oleh organisasi atau belum?
Penilaian
prestasi merupakan suatu proses formal untuk peninjauan kembali dan evaluasi
prestasi kerja seseoranf secara periodic. Proses penilaian ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang, tujuan ini
memerlukan suatu proses, yaitu serangkaian kegiatan yang saling berkaitan.
Kegiatan-kegiatan itu terdiri dari identifikasi, obesevasi, pengukuran dan
pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebiah organisasi.
Tahap
identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan
unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis
pekerjaan agar dapat mengenali unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat
mengembangkan skala penilaian.
Job-related. (Pekerjaan), berarti bahwa
system menilai perilaku-perilaku kritis yang mewujudkan keberhasilan
perusahaan. Adapun suatu system disebut praktis bila dipahami atau di mengerti
oleh para penilaian dan karyawan. Evaluasi prestasi kerja memerlukan
standar-standar pelaksanaan kerja. Dengan mana prestasi kerja diukur, agar
efektif, standar hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan pada
setiap pekerjaan. Lebih lanjut, evaluasi prestasi kerja juga memerlukan
ukuran-ukuran prestasi kerja yang dapat diandalkan.
Oleh:
Putri Diah Pitaloka
NPM:
141271510
B.
Penilaian
Prestasi dimasa Lalu
Baik
para teoritis yang berusaha mengembangkan teori manajemen sumber daya manusia
maupun praktisi yang menerapkannya dalam praktek sama-sama berpendapat bahwa
penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan aspek yang sangat penting dari
manajemen sumber daya manusia. Pandangan demikian yang mendorong mereka untuk
menciptakan berbagai metode dan tekhnik penilaian dimaksud. Secara teoretikal,
berbagai metode dan tekhnik tersebut mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai
prestasi kerja para pegawai secara obyektif untuk satu kurun waktu tertentu
dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat baik bagi organisasi, seperti untuk
kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam
rangka pengembangan kariernya.
Untuk
mencapai kedua sasaran utama tersebut, pemahaman yang lebih mendalam tentang
berbagai metode penilaian itu menjadi sangat penting. Harus ditekankan bahwa
pemahaman tersebut menyangkut baik kebaikan maupun kekurangan nya karena
seperti telah dimaklumi tidak ada satu pun metode yang hanya memiliki kebaikan
atau kekuatan dan bebas dari kekurangan atau kelemahan.
Berbagai
metode yang dewasa ini dikenal dan banyak digunakan adalah sebagai berikut.
1.
Metode “skala peringkat”.
Sepanjang
diketahui metode ini merupakan metode tertua dan paling banyak digunakan dalam
menilai prestasi kerja para pegawai di masa lalu meskipun diakui bahwa metode
ini sesungguhnya bersifat subyektif.
Cara Penggunaannya ialah:
a.
Pada lembaran penilaian terhadap kolom
yang berisikan faktor-faktor yang dinilai. Jumlah dan jenis faktor-faktor
tersebut dapat berbeda dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain,
tergantung pada segi-segi pekerjaan apa yang dipandang kritikal dalam mengukur
keberhasilan seseorang menunaikan kewajibannya, seperti kesetiaan, prakarsa,
kerajinan, ketekunan, sikap, kerja sama, kepemimpinan, kejujuran, ketelitian,
kecermatan dan kerapian.
b.
Pada kolom lain dari lembaran penilaian
itu terdapat kategori penilaian yang diisi oleh penilai. Kategori tersebut
dapat dinyatakan dalam bentuk amat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang.
Cara lain ialah dengan memberikan angka, misalnya :
80 –
100 untuk amat baik
80
– 89 untuk baik
60
– 79 untuk cukup
60
– 69 untuk kurang
0
– 59 untuk sangat kurang[6]
Metode
ini sangat populer dan banyak digunakan antara lain karena mudah
mempersiapkannya, tidak sulit menggunakan dalam arti para penilai biasanya
tidak mengalami kesukaran untuk mengisinya serta dapat digunakan untuk menilai
banyak pegawai sekaligus.
Akan
tetapi meskipun demikian, metode ini tidak luput dari kelemahan. Kelemahan yang
utama terletak pada subyektivitas penilai. Tambahan pula apabila cara yang
kualitatif semata yang digunakan, nilai yang diberikan masih dapat
diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda pula. Kelemahan lain terletak
pada kenyataan bahwa faktor-faktor yang dinilaibelum tentu berkaitan langsung
dengan tugas pekerjaan seseorang.[7]
2.
Metode lain yang juga sering digunakan
dalam menilai prestasi kerja di masa lalu ialah penggunaan “checklist”.
Dengan
metode ini bagian kepegawaian mempersiapkan formulir isian yang mengandung:
a. Nama
pegawai yang dinilai,
b. Bagian
dimana pegawai bekerja,
c. Nama
dan jabatan penilai,
d. Tanggal
penilaian dilakukan,
e. Faktor-faktor
yang dinilai dengan sorotan perhatian terutama ditunjukan pada aspek-aspek
kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas.
Yang
menarik ialah bahwa dalam “checklist” yang dipersiapkan, segi-segi penyelesaian
tugas yang sifatnya kritikal tersebut dalam banyak hal serupa dengan
faktor-faktor keberhasilan yang dinilai dengan menggunakan berbagai tekhnik
lainnya. Hal ini tentunya tidak mengherankan karena metode apapun yang
digunakan yang dinilai adalah prestasi kerja pegawai di masa lalu.[8]
Yang
membedakan metode ini dari berbagai metode lainnya yang sekaligus merupakan
kekuatannya ialah bahwa faktor-faktor yang dinilai diberi bobot tertentu. Bobot
untuk berbagai faktor berbeda dari satu jenis pekerjaan ke pekerjaan yang lain.
Pembobotan demikian dipandang sebagai kelebihan metode ini karena dengan sistem
pembobotan itu penilaian benar-benar terkait dengan tugas pekerjaan seseorang.
Misalnya, bobot bagi faktor kepemimpinan tinggi bagi seorang yang menduduki
jabatan manajerial. Sebaliknya, bobot kepemimpinan rendah atau bahkan mungkin
tidak dinilai sama sekali bagi seseorang pekerja yang melaksanakan kegiatan
operasional dan tidak punya bawahan sama sekali.
Akan
tetapi dalam pada itu perlu diperhatikan bahwa metode ini pun tidak bebas dari
berbagai kelemahan seperti kecenderungan penilaian yang bersifat subyektif,
interpretasi yang tidak tepat tentang faktor yang dinilai dan cara pembobotan
yang kurang tepat.[9]
3.
Metode pilihan terarah.
Metode
ini mengandung serangkaian pernyataan, baik yang bersifat positif maupun
negatif, tentang pegawai yang dinilai. Pernyataan tersebut menyangkut berbagai
faktor seperti kemampuan belajar, prestasi kerja, hubungan kerja dan berbagai
faktor lainnya yang biasanya menggambarkan sikap dan perilaku yang
bersangkutan.
Berbagai
pernyataan tersebut dapat “bernada” positif akan tetapi dapat pula “bernada”
negatif. Hal ini logis karena metode ini memang dimaksudkan terutama untuk
mengukur hal-hal yang bersifat sikap dan keperilakuan, di samping mengukur
prestasi kerja.
Dalam
penggunaannya, berbagai pernyataan tersebut disusun “berpasangan”, seperti:
a.
Kemampuan belajar dengan cepat
berpasangan dengan kerja keras,
b.
Hasil pekerjaan yang memuaskan
berpasangan dengan prestasi kerja yang
dapat menjadi contoh bagi pekerja lain,
c.
Mampu bekerja dalam tim berpasangan dengan
senang bergaul
Berbagai
penyataan negatif yang dibuat berpasangan, misalnya :
a.
Sering mangkir berpasangan dengan sering
terlambat,
b.
Tidak tanggap berpasangan dengan
menunjukkan kecenderungan malas.
Sudah
barang tentu jumlah pernyataan itu tergantung pada banyak hal seperti segi-segi
sikap dan keperilakuan apa yang dianggap penting untuk dinilai, jenis
pekerjaan, jumlah pegawai yang dinilai dan lain sebagainya.
Penilai
harus memilih “pasangan” pernyataan yang menurut pendapatnya paling
menggambarkan sikap, perilaku dan kemampuan pegawai yang dinilai. Bagian
kepegawaianlah yang kemudian mengklasifikasikan berbagai pernyataan tersebut
untuk digunakan dalam membantu pegawai yang bersangkutan dalam menentukan
tindakan perbaikan apa yang perlu dilakukannya.
4.
Metode insiden kritikal.
Yang
dimaksud dengan “insiden kritikal” ialah peristiwa tertentu yang terjadi dalam
rangka pelaksanaan tugas seorang pegawai yang menggambarkan prilaku pegawai
yang bersangkutan, baik yang sifat nya positif maupun negatif. Agar metode ini
bermanfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, penilai harus secara
kontinu mencatat berbagai insiden yang terjadi. Akan tetapi kenyataan dan
pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa para penilai tidak serajin semestinya
melakukan pencatatan. Biasanya yang terjadi ialah bahwa buku catatan yang
sengaja disediakan untuk mencatat berbagai peristiwa itu baru diisi oleh
penilai apabila masa penilaian sudah dekat atau sudah tiba. Tindakan penilai
yang demikianlah yang sering dianggap sebagai titik lemah metode ini, karena:
a.
Hanya insiden yang baru terjadi saja
yang tercatat dengan rapi dan lengkap karena masih segar dalam ingatan penilai
yang bersangkutan.
b.
Apabila perilaku negatif yang banyak
tercatat, para pegawai akan merasa dirugikan yang pada gilirannya dapat
menimbulkan persepsi bahwa penilai tidak sudi melupakan peristiwa negatif
tertentu meskipun sudah lama terjadi.[10]
Sekedar sebagai contoh, berikut ini
dipaparkan penggunaan metode ini. Bagian kepegawaian secara berkala mengirimkan
formulir isian kepada para penilai. Para penilai diminta untuk mencatat
berbagai insiden perilaku pegawai tertentu, baik yang sangat positif maupun
yang sangat negatif. Dalam formulir isian tersebut tercantum nama pegawai yang
dinilai, satuan kerjanya, nama dan jabatan penilai dan jangka waktu yang
dicakup oleh catatan yang dibuat. Dalam catatan insiden kritikal itu juga
tergambar kategori kegiatan serta perilaku pegawai yang dinilai.
Kunci keberhasilan penggunaan metode ini
terletak pada ketentuan dan ketelitian para pejabat penilai untuk mencatat
semua insiden kritikal yang relevan secara kontinu karena hanya dengan
demikianlah obyektivitas dalam penilaian dapat diwujudkan.[11]
5.
Skala peringkat yang dikaitkan dengan
perilaku.
Dari
namanya terlihat bahwa metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja
pegawai untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengkaitkan skala
peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode
ini ialah pengurangan subyektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi kerja,
yang baik maupun yang kurang memuaskan, dibuat oleh pekerja sendiri, rekan
sekerja dan atasan masing-masing. Deskripsi demikian memungkinkan bagian
kepegawaian menyusun berbagai kategori perilaku pegawai dikaitkan dengan
prestasi kerja.
Pengguna
metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu :
a.
Menentukan skala peringkat penilaian
prestasi kerja, misalnya sebagai sangat memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan,
akseptabel, kurang memuaskan, tidak memuaskan, sangat tidak memuaskan.
b.
Menentukan kategori prestasi kerja
seseorang untuk dikaitkan dengan skala peringkat tersebut diatas.
c.
Uraian prestasi kerja sedemikian rupa
sehingga kecenderungan perilaku pegawai yang dinilai terlihat dengan jelas.
6.
Metode evaluasi lapangan.
Telah
dimaklumi bahwa penilaian yang seobyektif mungkin dalam mengukur prestasi kerja
pegawai perlu diusahakan. Berarti subyektivitas penilai harus dihilangkan,
paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin. Disamping itu diperlukan
teknik penilaian yang baku karena hasil penilaian prestasi kerja seorang
pegawai harus dapat dibandingkan dengan hasil penilaian prestasi kerja pegawai
lain sepanjang hal itu dapat dilakukan, misalnya karena faktor-faktor kritikal
yang dinilai memang sama. Salah satu cara untuk menjamin hal itu terjadi ialah
dengan menggunakan metode evaluasi lapangan. Penggunaan metode ini meletakan
tanggung jawab utama dalam melakukan penilaian pada para ahli penilaian yang
bertugas dibagian kepegawaian. Artinya ahli penilai itu turut kelapangan
melakukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai. Hasil penilaian yang
dilakukan kemudian disampaikan kepada dua pihak, yaitu kepada atasan langsung
pegawai yang dinilai untuk diteliti, diubah atau disetujui dan kepada pegawai
yang bersangkutan sendiri untuk dibicarakan, baik yang menyangkut segi-segi
penilaian yang bersifat positif maupun yang negatif. Pada kesempatan itulah
dijelaskan kepada pegawai yang dinilai tentang langkah-langkah apa yang perlu
diambilnya dalam rangka pengembangan karier. Langkah tersebut dapat berupa
peningkatan prestasi kerja yang sudah baik, akan tetapi dapat pula pengambilan
langkah mengatasi kelemahan yang terdapat dalam diri pegawai tersebut. Yang
dipandang sebagai kelebihan metode ini ialah bahwa obyektivitas lebih terjamin
karena penilaian dilakukan oleh para ahli penilaian dan juga karena tidak
terpengaruh oleh “halo effect” yang telah disinggung dimuka. Dalam pada itu
kelemahan metode ini perlu dipahami pula. Kelemahan tersebut terlihat pada dua
hal, yaitu :
a.
Penilai, meskipun seorang ahli, tetap
tidak bebas dari ”bias” tertentu.
b.
Bagi organisasi besar menjadi mahal
karena harus mendatangkan ahli penilai ketempat pelaksanaan tugas.
7.
Tes dan observasi.
Untuk
jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan oobservasi.
Artinya, pegawai yang dinilai diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis
yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
praktek yang langsung diamati oleh penilai.
Misalnya,
seorang sekretaris diharuskan mengikuti ujian tertulis yang menguji
pengetahuannya tentang tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai
sekretaris. Setelah menempuh ujian tertulis, sekretaris yang bersangkutan dites
kemampuannya mengerjakan berbagai hal seperti mengetik, menulis dengan cepat
atau steno, menggunakan telepon, menggunakan komputer dan praktek-praktek
kesekretariatan lainnya yang dipandang relevan.[12]
Contoh
lain adalah tes dan observasi yang diberlakukan bagi para penerbang perusahaan
penerbangan komersial. Di Amerika Serikat misalnya, semua penerbang dari semua
perusahaan penerbangan komersial dites oleh para penilai dari Badan Penerbangan
Federal. Penilaian biasanya dilakukan baik diruang simulasi dimana diamati
sampai sejauh mana penerbang yang dites menaati ketentuan-ketentuan penerbangan
yang aman maupun praktek terbang yang sesungguhnya. Hasil observasi itulah yang
menjadi dasar memberikan nilai tertentu bagi penerbang yang bersangkutan.[13]
Kebaikan
metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi kerja dengan
tugas pekerjaan seseorang. Kebaikan lainnya ialah bahwa prinsip standardisasi
dapat dipegang teguh. Hanya saja metode ini memerlukan biaya yang tidak sedikit
bukan hanya dalam menyediakan alat tes seperti simulator yang diperlukan, akan
tetapi juga untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi. Mungkin ada yang
berpendapat bahwa biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan tes dan
observasi ini tidak sebesar yang diduga banyak orang karena alat-alat yang
diperlukan untuk menyelenggarakan tes, seperti mesin tik, komputer dan telepon
bagi sekretaris dan ruang simulator bagi penerbang memang sudah tersedia.
Pandangan ini ada benarnya, meskipun biaya ekstra untuk mendatangkan para ahli
tetap tidak terelakkan dan oleh karenanya harus diperhitungkan.
8.
Pendekatan-pendekatan yang bersifat
komparatif.
Dari
namanya saja sudah terlihat bahwa metode ini mengutamakan perbandingan prestasi
kerja seorang dengan pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatang sejenis.
Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia
dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji atau upah,
promosi dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada pegawai. Alasannya ialah
bahwa dengan perbandingan tersebut, dapat disusun peringkat pegawai dilihat
dari sudut prestasi kerjanya.
Tiga
metode yang biasa digunakan, dari sekian banyak metode, dalam penerapan
pendekatan komparatif adalah sebagai berikut :
a.
Metode Peringkat.
Menggunakan
metode ini berarti bahwa seorang atau beberapa penilai menentukan peringkat
bagi sejumlah pegawai, mulai dari yang paling berprestasi hingga kepada yang
paling tidak berprestasi. Kelebihan metode ini ialah bahwa segera terlihat
klasifikasi para pegawai yang dinilai ditinjau dari sudut pandangan prestasi
kerjanya. Akan tetapi metode ini mempunyai dua kelemahan utama. Kelemahan yang
pertama ialah bahwa peringkat yang dibuat tidak memberikan gambaran yang jelas
tentang makna peringkat tersebut. Misalnya, tidak tergambar dengan jelas apakah
pegawai yang meduduki peringkat kedua hampir sebaik pegawai yang menduduki
peringkat pertama ataukah berbeda jauh dalam kemampuan kerjanya. Yang tergambar
hanyalah bahwa pegawai yang menduduki peringkat pertama “lebih baik” dari
pegawai yang menduduki peringkat kedua. Demikian seterusnya pada
peringkat-peringkat lain. Kelemahan kedua terletak pada kenyataan bahwa
subyektivitas penilai sulit dihindari yang seperti telah dikemukakan di atas,
dapat didasarkan pada perasaan suka dan tidak suka atau karena perilaku pegawai
tertentu, positif atau negatif, yang karena baru saja terjadi masih segar dlam
ingatan penilai. Merode ini sering digunakan karena kelemahan di atas biasanya
teratasi dengan menunjukan beberapa orang penilai yanh terdiri dari para petugas
dari bagian kepegawaian, atasan langsung dan rekan sekerja pegawai yang dinilai
sehingga kalau pun ada yang memberikan penilaian yang subyektif, hal itu dapat
“diluruskan” oleh penilaian oleh orang lain yang turut terlibat yang nampaknya
obyektif. Artinya, semua hasil penilaian oleh beberapa orang yang turut
memberikan penilaian itu dijumlah dan diambil rata-ratanya sehingga dengan
demikian diharapkan penilaian menjadi obyektif.
b.
Distribusi terkendali
Yang
dimaksud dengan distribusi terkendali ialah suatu metode penilaian melalui mana
para penilai menggolongkan sejumlah pegawai yang dinilai kedalam klasifikasi
yang berbeda-beda berdasarkan berbagai faktor kritikal yang berlainan pula
seperti prestasi kerja, ketaatan, disiplin, pengendalian biaya dan lain
sebagainya. Penggolongan dimaksud kemudian dinyatakan dalam persentase.
Misalnya, jika ada dua puluh orang pegawai yang sedang dinilai prestasi
kerjanya sebagai keseluruhan, penggolongan dapat terlihat sebagai berikut :
Persentase
|
Kategori
|
Nama
Pegawai
|
100%
80
%
60
%
40
%
20
%
|
Terbaik
Sangat
Baik
Sedang
Cukup
Kurang
|
|
Sebagaimana
halnya dengan metode peringkat, kelemahan metode ini terletak pada tidak
jelasnya perbedaan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Sebaiknya,
kebaikan metode ini ialah tersedianya berbagai klasifikasi sehingga
kecenderungan menyamaratakan prestasi kerja pegawai yang dinilai, sikap penilai
yang terlalu “lemah” atau terlalu “keras” dapat dihindari.
c.
Metode Alokasi Angka.
Jika
para penilai menggunakan metode ini yang terjadi ialah bahwa para penilai
memberi nilai dalam bentuk angka kepada semua pegawai yang dinilai. Pegawai
yang mendapat angka tertinggi berarti dipandang sebagai pegawai “terbaik” dan
pegawai yang mendapat angka paling rendah merupakan pegawai yang dinilai paling
tidak mampu bekerja. Jumlah nilai bagi semua pegawai ditentukan oleh bagian
kepegawaian. Misalnya jumlah 100 yang “didistribusikan”pada seluruh orang
pegawai, sehingga terlihat penilaian sebagai berikut :[14]
Nomor
Urut Pegawai
|
Angka
|
Nama
Pegawai
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
20
16
14
12
10
9
6
5
5
4
|
|
Oleh:
Shinta Purwati
NPM:
141273010
C. Penilaian dengan Orientasi masa depan
Telah umum diketahui bahwa dalam
meniti kariernya, setiap pekerjaan ingin mengembangkan potensinya yang masih
terpendam dan belum digali sehingga menjadi kemampuan nyata yang efektif.
Dikaitkan dengan konsep mendasar tersebut berarti bahwa penilaian prestasi
kerja seseorang tidak seyogianya hanya ditunjukkan pada pengukur kemampuan
melaksanakan tugas masa lalu dan masa kini, akan tetapi juga sebagai instrumen
untuk memprediksi potensi pegawai yang bersangkutan. Dengan identifikasi
potensi tersebut seorang pegawai akan dapat realistik menentukan rencana kariernya
serta memilih teknik pengembangan yang paling cocok baginya. Karena itulah
setiap organisasi perlu melakukan penilaian yang berorientasi ke masa depan.[15]
Penilaian
yang berorientasi pada masa depan bertujuan untuk membantu tiap karyawan supaya
mengerti tentang perannya, mewujudkan kebersamaan antar karyawan sehingga
memiliki motivasi kerja dan merasa senang bekerja sekaligus mau memberikan
kontribusi sebanyak-banyaknya pada perusahaan, memberikan peluang bagi karyawan
untuk mengevaluasi diri serta menetapkan sasaran pribadi sehingga terjadi
pengembangan yang direncanakan sendiri, mempersiapkan karyawan untuk menduduki
pekerjaan pada jenjang yang lebih tinggi dengan terus meningkatkan perilaku dan
kualitas diri bagi posisi-posisi yang tingkatnya lebih tinggi.
Teknik penilaian prestasi kerja yang
berorientasi ke masa depan, yaitu sebagai berikut:
1.
Penilaian Diri Sendiri
Salah satu pandangan yang sangat
penting diperhatikan dalam manajemen sumber daya manusia ialah setiap pekerjaan
dapat mencapai tingkat kedewasaan mental, intelektual dan psikologis. Apabila
dikaitkan dengan dengan pengembangan karier pegawai hal itu antara lain berarti
bahwa seorang mampu melakukan penilaian yang obyektif mengenal diri sendiri,
termasuk mengenal potensinya yang masih dapat dikembangkan.
Meskipun dalam menilai diri sendiri
seseorang akan cenderung menonjolkan ciri – ciri positif mengenai dirinya,
orang yang sudah matang jiwanya akan juga mengakui bahwa dalam dirinya terdapat
kelemahan. Pengakuan demikian akan mempermudahnya menerima bantuan pihak lain,
seperti pejabat dari bagian kepegawaian, atasan langsung dan rekan – rekan
kerja untuk mengatasinya. Pengenalan ciri – ciri positif dan negatif yang
terdapat dalam diri seseorang akan merupakan kerja, baik dengan menggunakan
ciri – ciri positif sebagai modal maupun dengan usaha yang sistematik untuk
menghilangkan, atau paling sedikit mengurangi, ciri – ciri negatifnya.
Sudah barang tentu banyak teknik
yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian diri sendiri. Akan tetapi teknik
apapun yang digunakan yang jelas ialah bahwa pegawai yang melakukan penilaian
terhadap diri sendiri itu berusaha seobyektif mungkin untuk menjelaskan antara
lain: apa tugas pokoknya, pengetahuan dan keterampilan yang dituntut oleh
tugas, kaitan tugasnya dengan tugas – tugas orang lain, dalam hal apa pegawai
yang bersangkutan merasa berhasil, kesulitan yang dihadapi, serta langkah –
langkah perbaikan apa yang perlu ditempuh.[16]
Penilaian diri sendiri dimana
seorang pekerja harus dapat menilai sendiri dirinya, supaya dapat mengenali
potensi yang harus ia kembangkan sehingga bisa menjadi sumber daya manusia yang
lebih baik dimasa mendatang. Menilai diri sendiri tidak hanya melihat sisi
positif yang ada tetapi juga harus mengenali kelemahan yang ada pada diri
sendiri sehingga dapat diperbaiki dan meningkatkan kemampuan kerja dimasa
mendatang.
Jika teknik ini digunakan untuk
menilai pegawai Perbankan (khususnya Perbankan Syari’ah), pegawai yang bekerja
dibidang Perbankan Syari’ah juga harus melakukan penilaian terhadap diri
sendiri. Dengan menilai diri sendiri, pegawai dapat menilai bagaimana prestasi
kerjanya selama ini. Seperti menilai apa tugas pokok yang harus ia lakukan di
bank tersebut, bagaimana pengetahuannya terhadap tuganya termasuk kesulitan
yang ia hadapi, dan pegawai harus mengetahui keterkaitan tugasnya dengan tugas
orang lain. Sebagai contoh: dibidang perbankan syari’ah, SDM yang bekerja
sebagai teller harus mengetahui tugas pokoknya adalah mengatur lalu lintas uang
nasabah, bagaimana pengetahuan dan keterampilannya untuk menjadi seorang teller
(harus teliti pada setiap transaksi dengan nasabah dan kemampuan pelayanan yang
bersikap ramah tamah, sopan santun, dan senyum kepada nasabah) termasuk
kesulitan yang dihadapinya, pada kondisi apa ia merasa berhasil (saat nasabah
merasa nyaman dan puas dengan pelayanannya). Selain itu teller juga harus mengetahui
kaitan tugasnya dengan orang lain (bagian back office misalnya) yang tugasnya
melakukan pengecekan dan memastikan transaksi teller sudah benar dan sesuai,
lalu dibuat pembukuan perusahaan dari harian sampai tahunan.
2.
Manajemen Berdasarkan Sasaran
Manajemen berdasarkan sasaran yang
mungkin lebih dikenal dengan istilah aslinya dalam Bahasa Inggris, Management
By Objectives atau MBO adalah suatu gaya yang dewasa ini banyak di gunakan
untuk berbagai kepentingan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Salah satu
bentuk pengguannya ialah melibatkan para anggota organisasi dalam menentukan
berbagai sasaran yang ingin dicapai oleh para pegawai. Dasar filsafati dari
penggunaan teknik ini ialah bahwa apabila seorang pegawai dilibatkan dalam
menentukan sendiri sasaran yang hendak dicapainya, sebagai bagian dari sasaran
kelompok yang pada gilirannya juga merupakan bagian dari sasaran organisasi
sebagai keseluruhan pegawai tersebut akan memiliki rasa tanggung jawab yang
lebih besar untuk mencapai sasaran tersebut, dibandingkan dengan apabila
sasaran itu ditentukan dari atas oleh penjabat pemimpin.
Dari sudut pandang inilah teknik
tersebut digunakan dalam melakukan penilaian prestasi kerja dengan orientasi ke
masa depan. Dalam praktek, penggunaannya teknik ini berarti bahwa seorang
pegawai bersama atasan langsungnya menetapkan sasaran prestasi kerja dalam
suatu kurun waktu tertentu di masa depan. Artinya, kedua belah pihak mencapai
kesepakatan tentang hasil apa yang diharapkan tercapai dan ukuran – ukuran obyektif
apa yang akan di gunakan. Bagi pegawai yang bersangkutan yang harus bekerja
keras kuat untuk mencapainya, juga dapat menyesuaikan perilakunya sedemikian
rupa sehingga sasaran yang telah ditetapkannya sendiri itu tercapai. Bagi
atasannya, prestasi kerja pegawai yang bersangkutan dapat memberi petunjuk
kerja pegawai yang bersangkutan dapat memberi petunjuk dalam bidang apa
bawahannya itu perlu melakukan perbaikan dan dengan demikian dapat memberikan
bantuan secara lebih tepat dan lebih terarah.[17]
Pada akhir periode (biasanya 1
tahun) perlu dilakukan penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah
disepakati bersama. Meskipun sasaran telah didefinisikan sejelas mungkin, dalam
akhir periode selalu ada kemungkinana bahwa sasaran tidak bisa tercapai sepenuhnya.
Disini perlu dinilai sejauh mana pencapaian sasaran tersebut dan kalau ada
hambatan, dianalisis pula penyebabnya.[18]
Untuk
melaksanakan penilaian dengan metode MBO, secara umum terdapat sejumlah
ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu :
a. Supervisor dan bawahan
sama-sama menyetujui elemen target pekerjaan bawahan yang akan dinilai periode
tertentu (6 bulan atau 1 tahun).
b. Bawahan sungguh-sungguh melakukan kegiatan untuk mencapai
masing-masing target.
c. Selama periode tersebut bawahan secara periodik mereview
perkembangan pekerjaan ke arah target yang akan dicapai.
d. Pada akhir periode, supervisor
dan bawahan sama-sama mengevaluasi hasil pencapaian target.[19]
Penggunaan MBO (Management By
Objectives) akan mendorong penentuan tujuan bersama, diikuti dengan penilaian
secara bersama pula terhadap pelaksanaan pekerjaan. Jika
diaplikasikan dalam penilaian sumber daya manusia (SDM) di bidang Perbankan,
teknik ini digunakan dengan cara melibatkan pegawai Bank dan juga atasan yang
secara bersama-sama menentukan sasaran bidang Perbankan yang akan dicapai
dimasa mendatang. Dalam hal ini atasan dapat menilai pegawainya dengan melihat
bagaimana mereka menetapkan sasaran kerja yang menjadi targetnya dimasa
mendatang serta bagaimana pertanggungjawaban mereka dalam mencapai sasarannya,
contohnya seperti sasaran yang ditetapkan oleh bagian marketing bahwa akan
meningkatkan jumlah nasabah penabung dibank tempat ia bekerja, sehingga ia
berusaha mencari nasabah sebanyak-banyaknya.
3.
Penilaian Psikologikal
Telah umum diakui dan diterima
sebagai suatu kenyataan bahwa jika penilaian terhadap seorang pegawai berkaitan
dengan faktor – faktor intelektual, emosional, motivasional dan faktor – faktor
kritikal lainnnya yang dimaksudkan untuk memprediksi potensi seseorang di masa
depan, yang paling kompeten melakukan penilaian tersebut adalah para ahili
psikologi. Karena itulah banyak organisasi terutama organisasi besar yang
memperkerjakannya para ahli psikologi yang ada umumnya ditempatkan di bagian ke
pegawaian. Sebaliknya organisasi yang merasa tidak mampu atau tidak memerlukan
ahli psikologi bekerja purna waktu, biasanya memelihara hubungan institusional
dengan konsultan yang bergerak di bidang psikologi yang menyediakan jasa
konsultan setiap kali diperlukan.
Pada umumnya keterlibatan para ahli
psikologi dalam penilaian pegawai adalah dalam bentuk identifikasi berbagai
potensi pegawai, tidak terutama untuk melakukan penilaian atas prestasi kerja
di masa lalu. Hasil penilaian yang dilakukan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
pegawai tertentu yang diperkirakan layak dipertimbangkan untuk dipromosikan.
Atau dapat pula berupa penilaian yang bersifat umum sehingga apabila ada
kesempatan untuk promosi di masa depan, sudah tersedia calon – calon yang
dipersiapkan untuk itu.
Dalam melakukan tugasnya, para ahli
psikologi tersebut dapat melakukan berbagai teknik seperti wawancara, berbagai
tes psikologi, diskusi dengan para penyelia dan peninjauan atas hasil – hasil
penilaian lain yang telah digunakan oleh orang – orang lain dalam organisasi.[20]
Keterlibatan para ahli psikolog
dalam penilaian prestasi kerja menjadi salah satu teknik yang tepat karena para
ahli psikolog dapat memberikan penilaian secara kritis seperti tingkat
emosional seorang pegawai, tingkat motivasi dalam bekerja, karakter pegawai,
dan lain sebagainya termasuk faktor intelektual dimana hal tersebut dapat
memprediksi potensi pekerjaan seseorang dimasa mendatang.
4.
Pusat – Pusat
Penilaian
Salah satu perkembangan yang relatif
baru dalam penilaian prestasi kerja dengan orientasi masa depan ialah
penggunaan “pusat – pusat penilaian”. Teknik ini digunakan untuk menilai
potensi para manajer tingkat menengah yang diperkirakan memiliki potensi untuk
menduduki jabatan manajerial yang lebih tinggi dalam organisasi di masa depan.
Skenario penggunannya adalah sebagai berikut:
a.
Organisasi yang akan melakukan penilaian membentuk
suatu pusat penilaian yang lokasinya bukan di tempat pekerjaan dan berbagai
pihak yang terlibat pergi ke pusat tersebut atas biaya organisasi seperti dalam
hal transportasi, penginapan dan makan.
b.
Yang pergi ke pusat penilaian itu ialah para pegawai
yang dinilai, atasan langsungnya, para pejabat bagan kepegawaian dan para ahli
psikologi.
c.
Dengna menggunakan format dan pola penilaian yang
sudah baku penilaian dilakukan oleh banyak penilaian yang berbagai bentuknya
ialah antara lain wawancara, tes psikologi, pengecekan latar belakang,
penilaian rekan sekerja, diskusi kelompok tenpa pimpinan diskusi, penilaian
ahli psikologi, penilaian oleh atasan langsung dan simulasi penyelenggaraan
kegiatan sehari - hari.
d.
Khusus dalam simulasi, pegawai yang dinilai diharuskan
terlibat dalam berbagai “permainan” seperti dalam hal pengambilan keputusan,
permaianan manajemen dengan menggunakan komputer, latihan “kotak masuk” dan
kegiatan – kegiatan lain dalam mana pegawai yang bersangkutan terlibat dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari – hari.
e.
Selama para pegawai yang dinilai berada di pusat
penilaian, mereka dinilai oleh para psikologi dan manajerial yang lebih tinggi
kedudukannya dalam organisasi dengan sorotan perhatian ditujukan pada faktor –
faktor kekuatan, kelemahan dan potensi para pegawai yang dinilai.
f.
Setelah masa berada di pusat penilaian tersebut hampir
berakhir, para penilai mengumpulkan hasil penilaian yang dilakukan sendiri –
sendiri dan mendiskusikan berbagai hasil penilaian yang telah dilakukan hingga
telah diperoleh konsensus tentang kemampuan dan potensi yang dinilai itu.
Pengalaman banyak orang yang
menggunakan teknik ini menunjukkan hasil penilaian bermanfaat sebagai alat
bantu bagi manajemen puncak untuk menentukan program pengembangan bagi para
pegawainya. Juga sangat membantu dalam pengambilan keputusan dalam penempatan
para pegawai, baik untuk kepentingan promosi maupun untuk alih tugas. Dengan
perkataan lain, hasil – hasil penilaian tersebut sangat berguna bagi bagian
kepegawaian dalam menyusun rencana ketenagakerjaan dan dalam mengambil berbagai
keputusan lainnya di bidang manajemen sumber daya manusia.
Pegawai yang di nilai pun memperoleh
manfaat karena melalui sistem umpan balik yang bersangkutan mengetahui faktor –
faktor kekuatan yang perlu dikembangkan dan kelemahan yang harus diatasinya.[21]
Metode pusat-pusat
penelitian dilakukan jika perusahaan memiliki tim penilai khusus untuk
mengidentifikasi kemampuan manajemen di masa depan. Penilaian ini digunakan
untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih
besar. Dalam hal ini pegawai akan dinilai bagaiamana ia mengambil keputusan dan
terlibat dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sehingga penilaian ini meliputi
wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok simulasi, dan
sebagainya untuk mengevaluasi potensi karyawan diwaktu yang akan datang.
Penilaian prestasi
kerja yang berorientasi ke masa depan merupakan penilaian terhadap kinerja
karyawan/pegawai untuk membentuk sikap dan tanggungjawab yang lebih besar dalam
mengerjakan pekerjaan dimasa mendatang akan tetapi penilaian dengan orientasi
masa depan juga berkaitan dengan penilaian terhadap pekerjaan pegawai dimasa
lalu. Hasil penilaian kerja setiap orang menjadi bahan yang turut
mempertimbangkan berbagai keputusan SDM yang diambil mengenai mutasi pegawai dimasa
depan, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, training atau
latihan, maupun pemberhentian tidak atas permintaan sendiri. Penilaian menjadi
dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di
masa mendatang sehingga kesempatan meniti karier terbuka baginya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penilaian
prestasi kerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang
dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Dapat diartikan juga
sebagai suatu analisa yang adil dan jujur tentang nilai karyawan bagi
organisasi. Penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatam manager
sumber daya manusia (SDM) yang lain seperti perencanaan SDM, penarikan dan
seleksi, pengembangan SDM, perencanaan dan pengembangan karir, program-program
kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemecatan.
2. Terciptanya
system penilaian prestsi kerja yang baik sangat tergantung pada persiapan yang
benar-benar matang, matang yang berarti memenuhi empat persyaratan, yaitu
keterkaitan langsung dengan pekerjaan, praktis, kejelasan standard dan adanya
kriteria yang obyektif.
3. Perbedaan
dari metode penilaian berorientasi masa lalu dengan masa depan yaitu terlak
pada teknik dan kelebihan serta kekurangan dari masing-masing orientasi
penilaian.
4. Teknik
penilaian berorientasi masa lalu yaitu: skala peringkat, checklist, metode pilihan
terarah, metode insiden kritikal, skala peringkat yang dikaitkan dengan
perilaku, evaluasi lapangan, tes dan observasi, Pendekatan-pendekatan
yang bersifat komparatif.
5. Teknik
penilaian berorientasi masa depan yaitu: penialian diri self appraisal, penilaian psikologis, penilaian management by
objective (mbo), teknik pusat penilaian.
DAFTAR
PUSTAKA
Komang Ardhana, I, dkk.
2012. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
P. Siagian, Sondang. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ranupandojo,
Heidjrachman dan Husnan, Suad. 1982. Manajemen Personalia, Yogyakarta: BPFE.
Sutrisno, Edy. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
S. Panggabean, Mutiara.
2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
HASIL
PERSENTASI DAN DISKUSI
ABSEN
Nama
mahasiswa yang hadir
|
1. Karmi
handini (141265610)
2. Istiqomah
(141265210)
3. Siti
fatimah (141273110)
4. Evi
nurmayanti (141263110)
5. Eva
nursa’adah (141262810)
6. Ida
fitriani (141264410)
7. Diana
indriyani (141260410)
8. Roudhlotul
qutsyiah (141272610)
9. Pipin
yuliani (141271110)
10. Anita
rahmawati (141258410)
11. Dyah
ayu setyo A (141260910)
12. Putri
dyah pitaloka (141271510)
13. Tri
yogi riandika (141274210)
14. Julianto
nugroho (141265410)
15. M.
Faqih abdul aziz (141268710)
16. Eko
riyanto (141261510)
17. Arif
zulbahri (141258710)
18. Feriyanto
(141263610)
19. Elga
andriana M (141261610)
20. Aan
fergian (141256710)
21. Agung
saputra N (141257010)
22. Dea
khanifah A (141259510)
23. Nurul
khasanah (141270510)
24. Devi
antika sari (141259910)
25. Pepti
cahyaning W (141271010)
26. Indri
setiarini (141264810)
27. Ana
hardiyanti (141257810)
28. Ayu
utami (141259010)
29. Puji
rahayu (141271410)
30. Sujianti
(141273710)
31. Nurjanah
(141270210)
32. Eka
wulandari (141261310)
33. Nyai
ayu AEP (141270610)
34. Kiki
sucianingrum (141266110)
35. Dara
triana NN (141259410)
36. Shinta
purwati (141273010)
37. M.
Marzuki ali (141268810)
|
Yang
tidak hadir: 1. Devi chintya dewi
2.M. Aji yusuf
PERTANYAAN
DISKUSI:
1.
Istiqomah (141265210)
Ada
atau tidak kendala-kendala dalam penilaian prestasi kerja, jika ada tolong sebutkan!
Jawab:
Terkadang para penilai (atasan) cenderung tidak efektif dalam penilaian, yaitu
melakukan penilaian dengan meratakan nilai untuk para pegawainya. Yang kedua
para penilai cenderung melakukan penilaian dengan prasangka pribadi, seperti
atasan pria cenderung memberikan penilaian yang tidak baik terhadap pegawai
wanita dikarenakan ia memandang wanita lebih lemah. Yang ketiga, para penilai
hanya mengingat kegiatan-kegiatan yang ia pandang baik atau buruk tanpa
memandang keseharian pegawai.
2.
Karmi handini (141265610)
Dalam
penilaian prestasi kerja, jika pegawai tidak sesuai dengan kriteria penilaian
prestasi kerja, misal tidak ahli dalam bidang pekerjaannya, apakah pegawainya
dipecat/dimutasi/ bagaimana?
Jawab:
Jika pegawainya tidak sesuai dengan kriteria penilaian maka dilakukan privat
seperti mentoring antara pegawai dengan pihak penilai, dan dicari solusinya.
Karena setiap penilaian pegawai tidaka maksimal belum tentu tidak mampu dalam
pekerjaannya tapi mungkin ada masalah latar belakang, dll. Selain itu jika
dipecat maka harus ada pegawai pengganti dan belum tentu penggantinya dapat
beradaptasi dengan pekerjaan lebih baik.
3.
Ayu utami (141259010)
Coba
jelaskan contoh dari penilaian dengan metode tes dan observasi?
Jawab: seorang sekretaris
diharuskan mengikuti ujian tertulis yang menguji pengetahuannya tentang tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya sebagai sekretaris, selain itu, diuji
kemampuannya mengerjakan berbagai hal seperti mengetik, menulis dengan cepat
atau steno, menggunakan telepon, menggunakan komputer dan praktek-praktek
kesekretariatan lainnya yang dipandang relevan
[1] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012), hlm. 225.
[4]I Komang Wardana, dkk, Manajemen sumber daya manusia, (Jakarta:
Graha Ilmu), hlm. 125.
[5] Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2000), hlm. 151.
[6] Sondang P.Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012), hlm. 233-235.
[7] I Komang Wardana DKK, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Graha Ilmu, 2012), hlm. 200.
[8] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya..., hlm. 235-236.
[9] Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 50.
[10] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya..., hlm. 236-238.
[11] Mutiara
S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya...,
hlm. 57.
[12] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya..., hlm. 238-240.
[13] I Komang Wardana DKK, Manajemen Sumber Daya..., hlm. 208.
[14] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya..., hlm.240-243
[15] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 1996), Ed. 1, Cet. 5, hlm. 243-244.
[17] Ibid., hlm. 245.
[18] Heidjrachman Ranupandojo dan
Suad Husnan, Manajemen Personalia, (Yogyakarta:
BPFE, 1982), hlm. 133.
[19] Ibid., hlm. 134.
[20] I Komang Ardhana, dkk, Manajemen Sumber Daya Manusia,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 102.
[21]
Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya..., hlm. 246-248.
casino - Dr. Maryland
BalasHapusDiscover casino information, including address, telephone 상주 출장샵 number, game time, slot machines, 수원 출장샵 video poker, and a list 강릉 출장마사지 of other gambling facilities Address: 수원 출장안마 1280 Highway 315, 나주 출장마사지 Chesapeake