Selasa, 24 Mei 2016

manajemen keuangan syariah (return investas)



KONSEP RETURN INVESTASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI KONVENSIONAL DAN EKONOMI SYARI’AH

Makalah disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Keuangan Syari’ah 1
Description: Description: D:\KULIAH\STAIN Logo.jpgDosen Pengampu: Zumaroh, M.E.Sy
















Disusun Oleh:

Aan Fergian                   141256710
Indri Setiarini                 141264810
Shinta Purwati               141273010



PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
(S1 PERBANKAN SYARIAH)
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

      Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “KONSEP RETURN INVESTASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI KONVENSIONAL DAN SYARI’AH”. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisan makalah ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.       Ibu Zumaroh, M.E.Sy. selaku pembimbing di bidang Mata Kuliah Manajemen Keuangan Syari’ah 1 di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro,
2.      Serta teman-teman yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
       Demikian pula dengan makalah ini, masih  jauh dari sempurna, karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan dalam makalah ini.


      Metro, Oktober 2015


                                                                                                 Penulis




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
Daftar ISI ............................................................................................. iii
BAB  I  Pendahuluan
A.   Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B.   Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C.   Tujuan ........................................................................................ 2
BAB  II   PEMBAHASAN
A.   Pengertian dan Tujuan Investasi................................................. 3
B.   Konsep Return Investasi dalam Perspektif Ekonomi
      Konvensional............................................................................... 4
1. Investasi dalam Teori Konvensional........................................ 4
2. Return Investasi Konvensional................................................ 5
3.  Perhitungan Return................................................................. 8
C. Konsep Return Investasi dalam Perspektif Ekonomi Syari’ah..... 10
1. Investasi dalam Perspektif Islam............................................. 10
2. Return dalam Pandangan Islam............................................... 14
3. Perhitungan Return.................................................................. 17
BAB  III  PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................... 19

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Investasi adalah fungsi penyeimbang konsumsi dalam suatu pendapatan masyarakat. Suatu perekonomian konvensional, pasti akan menitikberatkan pada elemen bunga bank melalui bank sentralnya untuk mengendalikan investasi dan konsumsi. Ketika bunga bank dinaikkan, maka orang akan cenderung menyimpan dananya di bank. Begitu juga sebaliknya, ketika bunga bank diturunkan maka masyarakat akan cenderung berhutang untuk konsumsi. Hal ini berbeda dengan system perekonomian bebas bunga, sebagaimana yang dianjurkan oleh Islam. Di dalam ekonomi islam kegiatan investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan masyarakat seacara luas. Investasi merupakan salah satu alat bagi manusia untuk menjaga eksistensi kelangsungan hidupnya di saat ia lemah dan tak berdaya. Yang membedakan teori investasi dalam paradigma ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam adalah bahwa dalam ekonomi Islam semua tindakan, kegiatan, kebijakan, strategi dan interaksi dalam perekonomian tidak berakhir pada masalah untung rugi di dunia, tetapi dibawa sampai pada keyakinan adanya akhirat.
Dalam makalah ini adalah mempelajari bagaimana ekonomi Islam memberikan konsep return investasi yang lebih ber-mashlahah dibandingkan konsep return dalam ekonomi konvensional. Sehingga harapannya adalah tercapainya falah, karena pemaksimalan mashlahah.




B.         Rumusan Masalah
1.        Apakah pengertian dan tujuan investasi?
2.        Bagaimana teori investasi konvensional dan syari’ah?
3.        Bagaimana konsep return investasi dalam perspektif ekonomi konvensional?
4.        Bagaimana konsep return investasi dalam perspektif ekonomi syari’ah?

C.    Tujuan
1.        Mengetahui pengertian dan tujuan investasi.
2.        Mengetahui teori investasi konvensional dan syari’ah.
3.        Mengetahui konsep return investasi dalam perspektif ekonomi konvensional.
4.        Mengetahui  konsep return investasi dalam perspektif ekonomi syari’ah.


















BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian dan Tujuan Investasi
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan keuangan kata invesment diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam kamus Lengkap Ekonomi, Investasi didefinisikan sebagai saham penukaran uang dengan bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang di harapkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapatan.[1]
Sedangkan tujuan investasi adalah mendapatkan sejumlah pendapatan keuntungan. Dalam konteks perekonomian, menurut Tandelilin(2001) ada beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:[2]
1.                 Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa mendatang.
2.                 Mengurangi tekanan inflasi
Faktor inflasi tidak pernah dapat dihindarkan dalam kehidupan ekonomi, yang dapat dilakukan adalah meminimalkan risiko akibat adanya inflasi, hal demikian karena variable inflasi dapat mengereksi seluruh pendapatan yang ada. Investasi dalam sebuah bisnis tertentu dapat dikategorikan sebagai langkah mitigasi yang efektif.
3.                 Sebagai usaha untuk menghemat pajak.
Di antara negara belahan dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada usaha tertentu.
B.       Konsep Return Investasi dalam perspektif Ekonomi Konvensional
1.    Investasi dalam Teori Konvensional
Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga (bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan dan investasi dalam konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns) yang bisa didapatkan dari keduanya. Menurut berbagai defenisi investasi mengandung tiga unsur yang sama. Pertama, pengeluaran atau pengorbanan sesuatu (sumber daya) pada saat sekarang yang bersifat pasti. Kedua, ketidak pastian mengenai hasil (risiko), dan Ketiga, ketidak pastian hasil atau pengembalian di masa datang.
Dalam sistem ekonomi konvensional, seseorang melakukan investasi dengan motif yang berbeda-beda, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan liquiditas, menabung agar mendapat pengembalian yang lebih besar, merencanakan pensiun, untuk berspekulasi, dan lain-lain. Menurut teori konvensional faktor yang mempengaruhi seorang investor melakukan investasi ditentukan oleh 2 faktor,  yaitu:
a.       Tingkat pengembalian yang diharapkan / Expected Rate of Return
Kemampuan perusahaan dalam menentukan tingkat investasi yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan ekternal. Kondisi internal temasuk didalamnya tingkat efisiensi, kualitas sumber daya manusia, dan teknologi. Sedangkan kondisi eksternal termasuk didalamnya perkiraan tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemerintah dan faktor sosial, politik dan keamanan. Keuntungan yang diharapkan umumnya dinyatakan dalam dua dimensi: pertama; dimensi yang menunjukan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh untuk setiap rupiah yang diinvestasikan? Dan yang kedua; dimensi waktu menunjukan berapa lama aliran keuntugan tersebut? Atau berapa lama umur investasi tersebut?
b.      Biaya investasi (tingkat suku bunga)
Tingkat bunga pinjaman merupakan faktor yang paling menentukan biaya investasi. Semakin tinggi tingkat bunga, maka biaya investasi akan semakin mahal, akibatnya invetasi akan menurun.
Menurut Keynes keputusan apakah suatu investasi akan dilaksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan yang diharapkan (dalam persentase per satuan waktu) dengan biaya penggunaan dana atau tingkat bunga.[3]
2.      Return Investasi Konvensional
Return adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya.[4] Harapan keuntungan dimasa yang akan datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Dalam konteks investasi, harapan keuntungan tersebut sering disebut sebagai return. Sementara istilah return itu sendiri memiliki arti keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan.[5] Adapun menurut R.J. Shook return merupakan laba investasi, baik melalui bunga ataupun dividen.
Ada beberapa pengertian  return  yang umum dipakai dalam dunia investasi, yaitu:
a.         Return  on equity  atau imbal hasil atas ekuitas merupakan pendapatan bersih dibagi ekuitas pemegang saham.
b.         Return of capital  atau imbal hasil atas modal merupakan pembayaran kas yang tidak kena pajak kepada pemegang saham yang mewakili imbal hasil modal yang di investasikan dan bukannnya distribusi dividen. Investor mengurangi biaya investasi dengan jumlah pembayaran.
c.         Return on investment  atau imbal hasil atas investasi merupakan membagi pendapatan sebelum pajak terhadap investasi untuk memperoleh angkan yang mencerminkan hubungan antara investasi dan laba.
d.        Return on invested capital  atau imbal hasil atas modal investasi merupakan pendapatan bersih dan pengeluaran bungan perusahaan dibagi total kapitalisasi perusahaan.
e.         Return realisasi ( realized return) merupakan return yang telah terjadi.
f.          Return on net work  atau imbal atas kekayaan bersih merupakan pemegang saham dapat menentukan imbal hasilnya dengan membandingkan laba bersih setelah pajak  dengan kekayaan bersihnya.
g.         Return on sales  atau imbal hasil atas penjualannnya merupakan untuk menentukan efesiensi operasi perusahaan, seseorang dapat membandingkan persentase penjualan bersihnya yang mencerminkan laba sebelum pajak terhadap variabel yang sama dari periode sebelumnya. Persentase yang menunjukkan tingkat efisien operasi ini bervariasiantar industri.
h.         Return  ekspektasi  ( expected return) merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor  di masa mendatang.
i.           Return total (total return) merupakan keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu.
j.           Return  realisasi portofolio  ( portfolio realized return) merupakan rata-rata tertimbang dari return-return realisasi masing-masing sekuritas tunggal di dalam portofolio.
k.         Return ekspektasi portofolio ( portfolio expected return) merupakan rata-rata tertimbang dari return-returnekspektasi masing-masing sekuritas tunggal di dalam portofolio.[6]
Sumber-sumber return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dan capital gain (loss). Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Jika berinvestasi pada sebuah obligasi atau mendepositokan uang di bank, maka besarnya yield ditunjukkan dari bunga obligasi atau bunga deposito yang diterima. Jika kita berinvestasi dalam saham, yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang kita peroleh. Sedangkan, capital gain (loss) sebagai komponen kedua dari return merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga (saham atau obligasi), yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor.
Pada dasarnya tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return. Return dapat berupa return realisasi ataupun return ekspektasi. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) untuk mengukur risiko di masa yang akan datang. Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi ini sifatnya belum terjadi.
Suad Husnan (2005) menyebutkan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) adalah laba yang akan diterima oleh pemodal atas investasinya pada perusahaan emiten dalam waktu yang akan datang dan tingkat keuntungan ini sangat dipengaruhi oleh prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Seorang investor akan mengharapkan return tertentu di masa yang akan datang tetapi jika investasi yang dilakukannya telah selesai maka investor akan mendapat return realisasi (realized return) yang telah dilakukan.
  1. Perhitungan Return
ROI (return on investment) atau disebut laba atas investasi adalah rasio uang yang diperoleh atau hilang pada suatu investasi, relatif terhadap jumlah uang yang diinvestasikan. Jumlah uang yang diperoleh atau hilang tersebut dapat disebut bunga atau laba/rugi. Investasi uang dapat dirujuk sebagai aset, modal, pokok, basis biaya investasi. ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan dan sering juga dinyatakan untuk suatu tahun kalendar atau fiskal. ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit) atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau atau prediksi di masa mendatang. Atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas investasi. ROI bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya. Rumus menghitung ROI adalah sebagai berikut :
ROI = ( Total Penjualan – Investasi ) / Investasi x 100%
Misalnya, jika investasi sebesar Rp 10.000.000 menghasilkan penjualan sebesar Rp 15.000.000, berarti diperoleh laba sebesar Rp 5.000.000
Maka secara sederhana perhitungan ROI dalam presentase adalah = ((Rp 15.000.000 – Rp 10.000.000) / Rp 10.000.000) x 100% adalah sebesar 50%. Maka dapat disimpulkan tingkat ROI nya adalah sebesar 50%
Seringkali kita hanya berfokus pada margin keuntungan atas produk atau jasa, akan tetapi kita seharusnya juga menghitung ROI secara akurat untuk mendapatkan kepastian dan keyakinan bahwa usaha yang dijalankan mampu terus berkembang. Dalam menjalankan bisnis, seorang entrepeneur harus memperhatikan jumlah dana yang harus diinvestasikan dalam mencapai target penjualan, jumlah margin keuntungan yang diperoleh dan bagian dari margin keuntungan tersebut yang akan digunakan untuk mengembangkan bisnis. Apabila investasi yang dilakukan hanya menghasilkan margin keuntungan yang sedikit, maka usaha tersebut akan mengalami kesulitan untuk berkembang di masa yang akan datang dan bahkan dalam jangka panjang akan mengalami kegagalan. Sebagai contoh adalah investasi A sebesar Rp 1000 menghasilkan untung Rp 100 (ROI = 10%) dibandingkan dengan investasi B Rp 100 menghasilkan untung Rp 50 (ROI = 50%). Investasi B memberikan jumlah/nominal lebih kecil namun rasio ROI nya jauh lebih besar daripada investasi A. Bisa kita katakan dalam hal ini investasi B lebih baik dibandingkan dengan investasi A.
Ada beberapa cara untuk mengetahui bagaimana sebenarnya imbal hasil yang kita dapatkan dari investasi. Jika kita membeli saham, keuntungan dan kerugian yang didapatkan adalah imbal hasil dari investasi tersebut. Ada dua komponen imbal hasil saham, yaitu pendapatan dari dividen yang diberikan dan kenaikan atau penurunan harga saham. Jika harga saham naik, kita akan mendapatkan keuntungan (capital gain). Sebaliknya, jika harga saham turun, kita akan mengalami kerugian (capital loss).
Jadi, misalnya, saham PT ABC Tbk dibeli pada harga Rp 3.000 per saham. Selama satu tahun, kita mendapatkan dividen Rp 100. Setelah satu tahun, saham itu laku terjual dengan harga Rp 3.400. Jadi selama satu tahun, kita mendapatkan pendapatan dividen Rp 100 dan kenaikan harga saham sebesar Rp 400. Imbal hasil total atau total return sebesar Rp 100 + Rp 400 = Rp 500.
Imbal hasil ini dapat diukur. Seperti contoh di atas, total return saham adalah pendapatan dividen + capital gain/capital loss. Dalam praktik sehari-hari, imbal hasil dinyatakan dalam persen, bukan dalam rupiah. Jadi, berapa persen imbal hasil yang kita dapatkan dari investasi kita. Perhitungannya, total return (TR) = pendapatan + capital gain/loss dibagi dengan investasi awal yang ditempatkan (Pa). TR = (Pendapatan + capital gain)/Pa.
Dari contoh perhitungan PT ABC Tbk, dalam satu tahun ada pendapatan Rp 100 dan capital gain Rp 400, maka imbal hasil totalnya atau total return sebesar 16,67 persen.
TR PT ABC tbk= (Rp 100 + Rp 400)/Rp 3.000
TR PT ABC tbk= Rp 500/Rp 3.000
TR PT ABC tbk= 0,167 atau 16,67 %
C.      Konsep Return Investasi dalam Perspektif Ekonomi Syari’ah
1.    Investasi dalam Perspektif  Islam
Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja. Dalam investasi kita mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.
Menurut investasi syariah, ada hal lain yang turut berperan dalam investasi. Investasi syariah tidak hanya berorientasi pada persoalan duniawi sebagaimana yang dikemukakan para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu ketentuan dan kehendak Allah.
Islam bukanlah agama yang anti investasi meski tidak secara spesifik memberikan pengertian atau definisi khusus tentang investasi. Justru, Islam adalah agama yang pro-investasi. Islam menginginkan agar sumber daya yang ada tidak hanya disimpan, tetapi diproduktifkan sehingga bisa manfaat kepada umat. Dalam Islam, kegiatan bisnis dan investasi adalah hal yang sangat dianjurkan. Meski begitu, investasi dalam islam tidak berarti setiap individu bebas melakukan tindakan untuk memperkaya diri atau menimbun kekayaan dengan cara tidak benar. Etika bisnis harus tetap dilandasi oleh norma dan moralitas yang berlaku dalam ekonomi islam bersumber dari Al-Qur’an dan hadist. Menurut  Navqi dan Muslich seperti dikutip dari Hidayat (2011: 24-25), ada empat landasan normatif dalam etika Islami adalah tauhid, keadilan dan kesejajaran, kehendak bebas, serta pertanggung jawaban.
Dengan begitu, investasi sebagai salah satu aktivitas ekonomi akan memiliki nuansa spiritual manakala menyertakan norma syariah dalam pelaksanaannya. Berinvestasi secara syari’ah, maka insya Allah keuntungan yang bisa diperoleh tidak hanya berupa keuntungan duniawi tetapi juga ukhrawi, jadi bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang keuntungannya bukan hanya terbatas untuk kehidupan di dinia ini, namun juga bisa dinikmati di akhirat kelak dengan keuntungan yang berlipat ganda (Amri, 2006: 183).
Menurut pandangan Islam, keuntungan itu memiliki beberapa aspek holistik (Amrin, 2006: 176), yaitu:
a.    Aspek materiil atau financial; kegiatan investasi hendaknya menghasilkan manfaat secara financial yang kompetitif jika dibandingkan dengan investasi lain.
b.    Aspek kehalalan; kegiatan investasi harus benar-benar terjamin dari adanya unsur syubhat dan haram baik secara prosedur maupun kegiatan bisnisnya.
c.    Aspek sosial dan lingkungan; kegiatan investasi dapat memberikan kontribusi yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, untuk berbagai lapisan, terutama generasi saat ini dan yang akan datang.
d.   Aspek pengharapan kepada ridha Allah; kegiatan investasi yang dipilih bertujuan mencapai bertujuan mencapai ridha Allah.
Konsep di atas bukanlah hal yang bisa diremehkan, dimana antara urusan dunia dengan akhirat tidak bisa dipisahkan. Sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar, termasuk salah satunya pada urusan ekonomi (muamalah). Oleh karena itu, investasi sebagai salah satu bahasan yang ada pada ilmu ekonomi, tentunya juga memiliki aturan-aturan yang sesuai dengan syariat agama Islam.
Return Investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan. Hasil yang akan didapatkan manusia di dunia bisa berlipat ganda. Allah berfirman: ”Barangsiapa yang menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan kami akan memberi balasan kepada orang bersyukur”. (Q.S. Ali-Imran 145)
Itulah nilai yang membedakan investasi Islam dari investasi konvensional. Jadi, investasi yang islami adalah pengorbanan sumber daya pada masa sekarang untuk mendapatkan hasil yang pasti, dengan harapan memperoleh hasil yang lebih besar di masa yang akan datang, baik langsung maupun tidak langsung seraya tetap berpijak pada prinsip-prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah). Selain itu, semua bentuk investasi dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan lahir batin di dunia dan akhirat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.  Metwally (1995; 70-72) sebagaimana yang dikutip oleh Eko Suprayitno menyebutkan bahwa investasi di negara penganut ekonomi Islam dipengaruhi oleh 3 faktor sebagai berikut:[7]
1.         Terdapat sanksi untuk pemegang aset kurang/ tidak produktif (hoarding idle assets)
2.         Dilarang melakukan berbagai macam bentuk spekulasi dan segala macam judi (maysir).
3.         Tingkat bunga untuk berbagai macam pinjaman adalah nol (0) dan sebagai gantinya dipakai sistem bagi hasil.
Dari ketiga kriteria di atas, menunjukkan bahwa dalam ekonomi Islam tingkat bunga tidak memberikan pengaruh apakah investasi dilakukan atau tidak. Oleh karena itu, opportunity cost yang digunakan untuk tujuan investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut. Dengan kata lain, ketika tabungan yang disalurkan tidak disalurkan ke investasi nyata, maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan).
Jadi, para investor dapat memilih diantara tiga alternatif untuk memanfaatkan dananya (a) memegang dananya dalam bentuk tunai (b) memegang dananya dalam bentuk aset-aset yang tidak menghasilkan pendapatan (contoh: deposito bank, pinjaman, property) atau (c) menginvestasikan dananya ( menjadi investor dalam proyek yang dapat menambah persedian modal negara). Menurut beberapa pandangan kontemporer, seorang Muslim yang menginvestasikan dana atau tabungannya tidak akan dikenakan pajak pada jumlah yang telah diinvestasikannya, tetapi dikenakan pajak pada keuntungan yang dihasilkan dari investasinya, karena dalam perekonomian Islami semua aset-aset yang tidak termanfaatkan dikenakan pajak, jadi investor Muslim akan lebih baik memanfaatkan dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam bentuk yang tidak termanfaatkan.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi:
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syari’ah (pihak terkait) adalah tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram
, tidak mendzalimi dan tidak didzalimi, keadilan pendistribusian kemakmuran, transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha, tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syari’ah yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syari’ah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading. Konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal.[8]
2.         Return dalam Pandangan islam
Konsep pendapatan atau return di dalam Islam adalah Islam menganjurkan kepada umatnya untuk mencari penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan hidupnya didunia sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 10: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Selain itu juga diterangkan di dalam al-Qur’an surah al-Qashash ayat 77 sebagaimana berikut: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”[9]
Selain itu mengenai return juga diterangkan dalam hadits Nabi yang berbunyi: “Carilah kebahagiaan (mencari harta sebanyak-banyaknya) di dunia seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan beribadahlah kamu setiap saat seakan-akan engkau akan mati esok hari.”
Merujuk dari surat At-Taubah : 34-35 : ... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At-Taubah : 34-35)
Menurut Abu Dzar, bahwa umat manusia hanya diperintahkan mencukupkan harta benda sebatas pada kebutuhan pokoknya semata. Abu Dzar berpendapat bahwa haram hukumnya memiliki harta benda melebihi kebutuhan manusia. Dan setiap kelebihan harus didistribusikan ke jalan-jalan Allah melalui mekanisme zakat, infaq dan shadaqah.[10] Dari perumpamaan tersebut, dapat pula dikatakan menurut paham Abu Dzar, bekerja dalam Islam diwajibkan, namun mengambil return atas investasi melebihi kebutuhan pokoknya diharamkan. Kelebihan harta atas kebutuhan pokok harus didistribusikan dalam instrumen-instrumen keuangan.
Namun bila ditinjau lebih jauh, tidak terdapat unsur kuantitas dalam ayat tersebut. Artinya, hukuman Allah diperuntukkan hanya bagi orang yang menyimpan harta dan tidak menafkahkan dijalan Allah (harta untuk dirinya sendiri) tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini bisa dikatakan sebagai perilaku penimbunan (ikhtikar).
Secara kontekstual, hukuman Allah di atas tidak termasuk didalamnya bagi para penabung (iddtikar) untuk persiapan hari esok. Kehidupan di dunia bersifat fluktuatif, kebutuhan manusia-pun sifatnya labil. Bisa berarti kebutuhan tersier hari ini merupakan kebutuhan pokok di masa mendatang. Untuk itulah menabung sangat perlu guna berjaga-jaga (precantionary motive) di hari esok.
Menurut jumhur ulama dinyatakan bahwa tidak ada batasan maksimal kepemilikan harta sejauh menjaga kaidah-kaidah dalam berusaha dan menggunakan harta benda sesuai syariat. Manusia tidak bersalah dan tidak akan dihisab karena mengumpulkan harta benda yang tidak terkira dan tidak terhitung tersebut. [11]
Kaidah-kaidah syariat erat hubungannya dengan hak orang lain yang ada di dalam diri kita. Dalam melakukan investasi hendaklah kita juga memikirkan keuntungan untuk orang lain disamping keuntungan yang kita dapatkan. Konsep ini disebut dengan keadilan. Dalam mencari pendapatan atau penghidupan haruslah sesuai dengan kaidah syariah. Bagaimana seseorang memperoleh return, serta digunakan untuk kegiatan apa return tersebut menjadi polemik baru dalam berinvestasi.
Adapun beberapa bentuk investasi sesuai syari’ah diantaranya adalah[12]deposito syari’ah, pasar modal syari’ah, saham syari’ah, obligasi syari’ah, reksa dana syari’ah.
Jenis investasi bedasarkan syari’ah
a.          Tabungan bagi hasil (mudharabah). Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syari’ah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.
b.          Deposito bagi hasil (mudharabah). Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya.
3.         Perhitungan Return
Pertama-tama dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang dapat dibagikan kepada nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan return investasi yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment manager, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk menghitung ekspektasi /proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB yang selama ini telah diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent rate- yang akan dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%.
Selanjutnya dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional sekaligus memberikan pendapatan yang wajar. Besarnya biaya operasional tergantung dari tingkat efisiensi bank masing-masing. Sementara itu, besarnya pendapatan yang wajar antara lain mengacu kepada indikator-indikator keuangan bank syariah yang bersangkutan seperti ROA (Return On Assets) dan indikator lain yang relevan. Dari perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah memerlukan pendapatan investasi -yang juga dihitung dalam equivalent rate- misalnya sebesar 6 %.
Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0,65 atau sebesar 65%. Sementara bagi hasil untuk bank syariah sebesar [6% dibagi (11%+6%)] = 0,35 atau sebesar 35%. Bank sentral mengakui, dalam prakteknya nasabah iB tidak perlu terlalu pusing dengan perhitungan njlimet bagi hasil semacam ini. Masyarakat hanya tinggal menanyakan berapa rate indikatif dari Tabungan iB atau Deposito iB yang diminatinya. Rate indikatif ini adalah nilai equivalent rate dari pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada nasabah, yang dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang akan diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank syariah.



















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Return merupakan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya.
2.      Sumber-sumber return investasi konvensional terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dan capital gain (loss). Sedangkan return dalam investasi syariah didapat dari bagi hasil investasi syariah.
3.      Dalam dunia investasi dikenal adanya hubungan kuat antara risk dan return, yaitu jika risiko tinggi maka return (keuntungan) juga akan tinggi begitu pula sebaliknya jika return rendah maka risiko juga akan rendah.
4.      Tingkat bunga tidak memberikan pengaruh apakah investasi dilakukan atau tidak di dalam ekonomi Islam. Oleh karena itu, opportunity cost yang digunakan untuk tujuan investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut. Dengan kata lain, ketika tabungan yang disalurkan tidak disalurkan ke investasi nyata, maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan).
5.      Investasi dalam Islam bisa dilihat dari tiga sudut, yaitu individu, masyarakat dan agama.








DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Dumairy. 1996.  Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Suprayatno, Eko. 2005. Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Jakarta: Graha Ilmu.
Fahmi, Irham. 2013. Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung: Alfabeta.
Margaretha, Farah . 2014. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grasindo.
Hadi, Yovi Lavianti dan Fahmi, Irham. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi “Teori dan Soal Jawab”. Bandung: Alfabeta.
Moeljadi, Manajemen Keuangan, (Malang: Bayumedia, 2006), hlm.  82.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin. 2007. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Munir, Misbahul dan Djalaluddin, A. 2006. Ekonomi Qur’ani: Doktrin Reformasi dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Press.
Lam bin Ibrahin, Abdullah. 2005. Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan). Solo: Era Intermedia.
Nadjib, Mochammad, dkk. 2008.  Investasi Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, cetakan pertama. Yogyakarta: Kreasi Wacana.  











[1] Abdul Halim, Analisis Investasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm. 4.
[2] Dumairy, Perekonomian Indonesia, ( Jakarta: Erlangga, 1996), hlm.4.
[3] Eko Suprayatno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. (Jakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 126.
[4] Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 358.
[5] Farah Margaretha, Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2014), hlm. 67.

[6] Yovi Lavianti Hadi dan Irham Fahmi, Teori Portofolio dan Analisis Investasi “Teori dan Soal Jawab”, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 151-152.
[7] Eko Suprayatno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi...,  hlm. 128.
[8] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), hlm. 17-18.
[9] Misbahul Munir & A. Djalaluddin, Ekonomi Qur’ani: Doktrin Reformasi dalam Al-Qur’an, (Malang: UIN Press, 2006), hlm. 24.
[10] Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo: Era Intermedia, 2005), hlm. 31.
[11] Ibid., hlm. 33.
[12] Mochammad Nadjib, dkk, Investasi Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, cetakan pertama, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 68.