KONSEP RETURN INVESTASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI
KONVENSIONAL DAN EKONOMI SYARI’AH
Makalah
disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Keuangan Syari’ah 1
Dosen Pengampu:
Zumaroh, M.E.Sy
Disusun
Oleh:
Aan Fergian 141256710
Indri Setiarini 141264810
Shinta
Purwati 141273010
PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
(S1 PERBANKAN SYARIAH)
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Seraya
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena penulis menyadari bahwa
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“KONSEP RETURN INVESTASI DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI KONVENSIONAL DAN SYARI’AH”.
Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini
penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisan
makalah ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Zumaroh, M.E.Sy. selaku pembimbing di bidang Mata Kuliah Manajemen Keuangan Syari’ah 1 di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo
Metro,
2. Serta teman-teman yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Demikian pula dengan makalah ini,
masih jauh dari sempurna, karena
kemampuan penulis yang masih terbatas. Semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan mohon
maaf apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan dalam makalah ini.
Metro, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
Daftar ISI ............................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan
Investasi................................................. 3
B. Konsep Return Investasi dalam
Perspektif Ekonomi
Konvensional............................................................................... 4
1. Investasi dalam Teori
Konvensional........................................ 4
2. Return Investasi
Konvensional................................................ 5
3. Perhitungan Return................................................................. 8
C. Konsep Return Investasi
dalam Perspektif Ekonomi Syari’ah..... 10
1. Investasi dalam Perspektif
Islam............................................. 10
2. Return dalam Pandangan
Islam............................................... 14
3. Perhitungan Return.................................................................. 17
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan..........................................................................
19
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Investasi adalah fungsi penyeimbang konsumsi dalam suatu pendapatan
masyarakat. Suatu perekonomian konvensional, pasti akan menitikberatkan pada
elemen bunga bank melalui bank sentralnya untuk mengendalikan investasi dan
konsumsi. Ketika bunga bank dinaikkan, maka orang akan cenderung menyimpan
dananya di bank. Begitu juga sebaliknya, ketika bunga bank diturunkan maka
masyarakat akan cenderung berhutang untuk konsumsi. Hal ini berbeda dengan
system perekonomian bebas bunga, sebagaimana yang dianjurkan oleh Islam. Di
dalam ekonomi islam kegiatan investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat
dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif
dan mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan masyarakat seacara luas.
Investasi merupakan salah satu alat bagi manusia untuk menjaga eksistensi
kelangsungan hidupnya di saat ia lemah dan tak berdaya. Yang membedakan teori
investasi dalam paradigma ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam adalah
bahwa dalam ekonomi Islam semua tindakan, kegiatan, kebijakan, strategi dan
interaksi dalam perekonomian tidak berakhir pada masalah untung rugi di dunia,
tetapi dibawa sampai pada keyakinan adanya akhirat.
Dalam makalah ini adalah mempelajari bagaimana ekonomi Islam memberikan
konsep return investasi yang lebih ber-mashlahah dibandingkan konsep return
dalam ekonomi konvensional. Sehingga harapannya adalah tercapainya falah,
karena pemaksimalan mashlahah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dan tujuan investasi?
2.
Bagaimana teori investasi konvensional dan syari’ah?
3.
Bagaimana konsep return investasi dalam perspektif
ekonomi konvensional?
4.
Bagaimana konsep return investasi dalam perspektif
ekonomi syari’ah?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dan tujuan investasi.
2.
Mengetahui teori investasi konvensional dan syari’ah.
3.
Mengetahui konsep return investasi dalam perspektif
ekonomi konvensional.
4.
Mengetahui konsep
return investasi dalam perspektif ekonomi syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Tujuan Investasi
Investasi
pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan
untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Kata investasi merupakan kata
adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar
dari investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan
keuangan kata invesment diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu
perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam kamus
Lengkap Ekonomi, Investasi didefinisikan sebagai saham penukaran uang dengan
bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang di
harapkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan
pendapatan.[1]
Sedangkan
tujuan investasi adalah mendapatkan sejumlah pendapatan keuntungan. Dalam
konteks perekonomian, menurut Tandelilin(2001) ada beberapa motif mengapa
seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:[2]
1.
Untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih layak di masa mendatang.
2.
Mengurangi tekanan inflasi
Faktor inflasi tidak pernah dapat dihindarkan dalam
kehidupan ekonomi, yang dapat dilakukan adalah meminimalkan risiko akibat
adanya inflasi, hal demikian karena variable inflasi dapat mengereksi seluruh
pendapatan yang ada. Investasi dalam sebuah bisnis tertentu dapat dikategorikan
sebagai langkah mitigasi yang efektif.
3.
Sebagai usaha untuk menghemat pajak.
Di antara
negara belahan dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong
tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada
masyarakat yang melakukan investasi pada usaha tertentu.
B.
Konsep Return Investasi dalam
perspektif Ekonomi Konvensional
1. Investasi
dalam Teori Konvensional
Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan
dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi
indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga (bunga
simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan akan meningkat,
sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika bunga rendah, maka
tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan dan investasi dalam
konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns) yang bisa didapatkan
dari keduanya. Menurut berbagai
defenisi investasi mengandung tiga unsur yang sama. Pertama, pengeluaran
atau pengorbanan sesuatu (sumber daya) pada saat sekarang yang bersifat pasti. Kedua,
ketidak pastian mengenai hasil (risiko), dan Ketiga, ketidak pastian
hasil atau pengembalian di masa datang.
Dalam sistem ekonomi konvensional, seseorang melakukan
investasi dengan motif yang berbeda-beda, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan liquiditas,
menabung agar mendapat pengembalian yang lebih besar, merencanakan pensiun,
untuk berspekulasi, dan lain-lain. Menurut teori konvensional faktor yang
mempengaruhi seorang investor melakukan investasi ditentukan oleh 2 faktor,
yaitu:
a.
Tingkat pengembalian yang diharapkan /
Expected Rate of Return
Kemampuan perusahaan dalam menentukan tingkat investasi
yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan ekternal. Kondisi
internal temasuk didalamnya tingkat efisiensi, kualitas sumber daya manusia,
dan teknologi. Sedangkan kondisi eksternal termasuk didalamnya perkiraan
tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemerintah dan faktor
sosial, politik dan keamanan. Keuntungan yang diharapkan umumnya dinyatakan
dalam dua dimensi: pertama; dimensi yang menunjukan berapa besar keuntungan
yang akan diperoleh untuk setiap rupiah yang diinvestasikan? Dan yang kedua;
dimensi waktu menunjukan berapa lama aliran keuntugan tersebut? Atau berapa
lama umur investasi tersebut?
b.
Biaya investasi (tingkat suku bunga)
Tingkat bunga pinjaman merupakan faktor yang paling menentukan
biaya investasi. Semakin tinggi tingkat bunga, maka biaya investasi akan
semakin mahal, akibatnya invetasi akan menurun.
Menurut Keynes keputusan apakah suatu investasi akan
dilaksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan
yang diharapkan (dalam persentase per satuan waktu) dengan biaya penggunaan
dana atau tingkat bunga.[3]
2. Return Investasi
Konvensional
Return adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan
institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya.[4]
Harapan keuntungan dimasa yang akan datang merupakan kompensasi atas waktu dan
risiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Dalam konteks investasi,
harapan keuntungan tersebut sering disebut sebagai return.
Sementara istilah return
itu sendiri memiliki arti keuntungan yang diharapkan oleh
perusahaan.[5]
Adapun menurut R.J. Shook return merupakan laba investasi, baik melalui
bunga ataupun dividen.
Ada beberapa pengertian return yang umum dipakai dalam dunia investasi,
yaitu:
a.
Return on equity atau imbal hasil atas ekuitas merupakan
pendapatan bersih dibagi ekuitas pemegang saham.
b.
Return of capital atau imbal hasil atas modal
merupakan pembayaran kas yang tidak kena pajak kepada pemegang saham yang
mewakili imbal hasil modal yang di investasikan dan bukannnya distribusi
dividen. Investor mengurangi biaya investasi dengan jumlah pembayaran.
c.
Return on investment atau imbal hasil atas investasi
merupakan membagi pendapatan sebelum pajak terhadap investasi untuk memperoleh
angkan yang mencerminkan hubungan antara investasi dan laba.
d.
Return on invested capital atau imbal hasil atas modal
investasi merupakan pendapatan bersih dan pengeluaran bungan perusahaan dibagi
total kapitalisasi perusahaan.
e.
Return realisasi ( realized return) merupakan return yang telah terjadi.
f.
Return on net work atau imbal atas kekayaan bersih
merupakan pemegang saham dapat menentukan imbal hasilnya dengan membandingkan
laba bersih setelah pajak dengan
kekayaan bersihnya.
g.
Return on sales atau imbal
hasil atas penjualannnya merupakan untuk menentukan efesiensi operasi
perusahaan, seseorang dapat membandingkan persentase penjualan bersihnya yang
mencerminkan laba sebelum pajak terhadap variabel yang sama dari periode
sebelumnya. Persentase yang menunjukkan tingkat efisien operasi ini
bervariasiantar industri.
h.
Return ekspektasi ( expected return) merupakan return
yang diharapkan akan diperoleh oleh investor
di masa mendatang.
i.
Return total (total return) merupakan keseluruhan dari suatu investasi
dalam suatu periode tertentu.
j.
Return realisasi portofolio ( portfolio realized return) merupakan
rata-rata tertimbang dari return-return realisasi masing-masing sekuritas
tunggal di dalam portofolio.
k.
Return ekspektasi portofolio ( portfolio expected return) merupakan rata-rata
tertimbang dari return-returnekspektasi masing-masing sekuritas tunggal di
dalam portofolio.[6]
Sumber-sumber
return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dan capital gain
(loss). Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau
pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Jika
berinvestasi pada sebuah obligasi atau mendepositokan uang di bank, maka
besarnya yield ditunjukkan dari bunga obligasi atau bunga deposito yang
diterima. Jika kita berinvestasi dalam saham, yield ditunjukkan oleh besarnya
dividen yang kita peroleh. Sedangkan, capital gain (loss) sebagai komponen
kedua dari return merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga
(saham atau obligasi), yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor.
Pada
dasarnya tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return. Return
dapat berupa return realisasi ataupun return ekspektasi. Return realisasi (realized return) merupakan return
yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi
penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan
serta sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) untuk
mengukur risiko di masa yang akan datang. Return ekspektasi (expected return) adalah return yang
diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan
return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi ini sifatnya
belum terjadi.
Suad Husnan
(2005) menyebutkan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return)
adalah laba yang akan diterima oleh pemodal atas investasinya pada perusahaan
emiten dalam waktu yang akan datang dan tingkat keuntungan ini sangat
dipengaruhi oleh prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Seorang
investor akan mengharapkan return tertentu di masa yang akan datang tetapi jika
investasi yang dilakukannya telah selesai maka investor akan mendapat return
realisasi (realized return) yang telah dilakukan.
- Perhitungan Return
ROI (return on investment)
atau disebut laba atas investasi
adalah rasio uang yang diperoleh atau hilang pada suatu investasi, relatif
terhadap jumlah uang yang diinvestasikan. Jumlah uang yang diperoleh atau
hilang tersebut dapat disebut bunga atau laba/rugi. Investasi uang dapat
dirujuk sebagai aset, modal, pokok, basis biaya investasi. ROI tidak memberikan
indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun, ROI sering dinyatakan dalam
satuan tahunan atau disetahunkan dan sering juga dinyatakan untuk suatu tahun
kalendar atau fiskal. ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit)
atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau atau prediksi di masa
mendatang. Atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas
investasi. ROI
bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya. Rumus menghitung
ROI adalah sebagai berikut :
ROI = ( Total Penjualan – Investasi ) / Investasi x 100%
Misalnya, jika investasi sebesar Rp 10.000.000 menghasilkan
penjualan sebesar Rp 15.000.000, berarti diperoleh laba sebesar Rp 5.000.000
Maka secara sederhana perhitungan ROI dalam presentase adalah = ((Rp
15.000.000 – Rp 10.000.000) / Rp 10.000.000) x 100% adalah sebesar 50%. Maka
dapat disimpulkan tingkat ROI nya adalah sebesar 50%
Seringkali kita hanya berfokus pada margin keuntungan
atas produk atau jasa, akan tetapi kita seharusnya juga menghitung ROI secara
akurat untuk mendapatkan kepastian dan keyakinan bahwa usaha yang dijalankan
mampu terus berkembang. Dalam menjalankan bisnis, seorang entrepeneur harus
memperhatikan jumlah dana yang harus diinvestasikan dalam mencapai target
penjualan, jumlah margin keuntungan yang diperoleh dan bagian dari margin
keuntungan tersebut yang akan digunakan untuk mengembangkan bisnis. Apabila
investasi yang dilakukan hanya menghasilkan margin keuntungan yang sedikit,
maka usaha tersebut akan mengalami kesulitan untuk berkembang di masa yang akan
datang dan bahkan dalam jangka panjang akan mengalami kegagalan. Sebagai contoh
adalah investasi A sebesar Rp 1000 menghasilkan untung Rp 100 (ROI = 10%) dibandingkan
dengan investasi B Rp 100 menghasilkan untung Rp 50 (ROI = 50%). Investasi B
memberikan jumlah/nominal lebih kecil namun rasio ROI nya jauh lebih besar
daripada investasi A. Bisa kita katakan dalam hal ini investasi B lebih baik
dibandingkan dengan investasi A.
Ada beberapa cara untuk mengetahui bagaimana sebenarnya
imbal hasil yang kita dapatkan dari investasi. Jika kita membeli saham,
keuntungan dan kerugian yang didapatkan adalah imbal hasil dari investasi
tersebut. Ada dua komponen imbal hasil saham, yaitu pendapatan dari dividen
yang diberikan dan kenaikan atau penurunan harga saham. Jika harga saham naik,
kita akan mendapatkan keuntungan (capital gain). Sebaliknya, jika harga saham
turun, kita akan mengalami kerugian (capital loss).
Jadi, misalnya, saham PT ABC Tbk dibeli pada harga Rp
3.000 per saham. Selama satu tahun, kita mendapatkan dividen Rp 100. Setelah
satu tahun, saham itu laku terjual dengan harga Rp 3.400. Jadi selama satu
tahun, kita mendapatkan pendapatan dividen Rp 100 dan kenaikan harga saham
sebesar Rp 400. Imbal hasil total atau total return sebesar Rp 100 + Rp 400 =
Rp 500.
Imbal hasil ini dapat diukur. Seperti contoh di atas,
total return saham adalah pendapatan dividen + capital gain/capital loss. Dalam
praktik sehari-hari, imbal hasil dinyatakan dalam persen, bukan dalam rupiah.
Jadi, berapa persen imbal hasil yang kita dapatkan dari investasi kita.
Perhitungannya, total return (TR) = pendapatan + capital gain/loss dibagi
dengan investasi awal yang ditempatkan (Pa). TR = (Pendapatan +
capital gain)/Pa.
Dari contoh perhitungan PT ABC Tbk, dalam satu tahun ada
pendapatan Rp 100 dan capital gain Rp 400, maka imbal hasil totalnya atau total
return sebesar 16,67 persen.
TR PT ABC tbk= (Rp 100 + Rp 400)/Rp 3.000
TR PT ABC tbk= Rp 500/Rp 3.000
TR PT ABC tbk= 0,167 atau 16,67 %
C.
Konsep Return Investasi dalam Perspektif
Ekonomi Syari’ah
1.
Investasi dalam Perspektif Islam
Investasi
merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya,
jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya.
Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim
menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh
zakat, kecuali keuntungannya saja. Dalam investasi kita mengenal harga. Harga adalah
nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli
terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya
mekanisme pasar.
Menurut
investasi syariah, ada hal lain yang turut berperan dalam investasi. Investasi
syariah tidak hanya berorientasi pada persoalan duniawi sebagaimana yang
dikemukakan para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang sangat menentukan berhasil
tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu ketentuan dan kehendak Allah.
Islam
bukanlah agama yang anti investasi meski tidak secara spesifik memberikan
pengertian atau definisi khusus tentang investasi. Justru, Islam adalah agama
yang pro-investasi. Islam menginginkan agar sumber daya yang ada tidak hanya
disimpan, tetapi diproduktifkan sehingga bisa manfaat kepada umat. Dalam Islam,
kegiatan bisnis dan investasi adalah hal yang sangat dianjurkan. Meski begitu,
investasi dalam islam tidak berarti setiap individu bebas melakukan tindakan
untuk memperkaya diri atau menimbun kekayaan dengan cara tidak benar. Etika
bisnis harus tetap dilandasi oleh norma dan moralitas yang berlaku dalam
ekonomi islam bersumber dari Al-Qur’an dan hadist. Menurut Navqi dan
Muslich seperti dikutip dari Hidayat (2011: 24-25), ada empat landasan normatif
dalam etika Islami adalah tauhid, keadilan dan kesejajaran, kehendak bebas,
serta pertanggung jawaban.
Dengan
begitu, investasi sebagai salah satu aktivitas ekonomi akan memiliki nuansa
spiritual manakala menyertakan norma syariah dalam pelaksanaannya. Berinvestasi
secara syari’ah, maka insya Allah keuntungan yang bisa diperoleh tidak hanya
berupa keuntungan duniawi tetapi juga ukhrawi, jadi bisnis yang
menguntungkan adalah bisnis yang keuntungannya bukan hanya terbatas untuk
kehidupan di dinia ini, namun juga bisa dinikmati di akhirat kelak dengan
keuntungan yang berlipat ganda (Amri, 2006: 183).
Menurut
pandangan Islam, keuntungan itu memiliki beberapa aspek holistik (Amrin, 2006:
176), yaitu:
a.
Aspek materiil atau financial;
kegiatan investasi hendaknya menghasilkan manfaat secara financial yang
kompetitif jika dibandingkan dengan investasi lain.
b.
Aspek kehalalan; kegiatan investasi
harus benar-benar terjamin dari adanya unsur syubhat dan haram baik
secara prosedur maupun kegiatan bisnisnya.
c.
Aspek sosial dan lingkungan;
kegiatan investasi dapat memberikan kontribusi yang berdampak positif bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar, untuk berbagai lapisan, terutama generasi
saat ini dan yang akan datang.
d.
Aspek pengharapan kepada ridha
Allah; kegiatan investasi yang dipilih bertujuan mencapai bertujuan mencapai
ridha Allah.
Konsep
di atas bukanlah hal yang bisa diremehkan, dimana antara urusan dunia dengan
akhirat tidak bisa dipisahkan. Sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar,
termasuk salah satunya pada urusan ekonomi (muamalah). Oleh karena itu,
investasi sebagai salah satu bahasan yang ada pada ilmu ekonomi, tentunya juga
memiliki aturan-aturan yang sesuai dengan syariat agama Islam.
Return
Investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya
sumber daya yang dikorbankan. Hasil yang akan didapatkan manusia di dunia bisa
berlipat ganda. Allah berfirman: ”Barangsiapa yang menghendaki pahala dunia,
niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki
pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan kami akan
memberi balasan kepada orang bersyukur”. (Q.S. Ali-Imran 145)
Itulah nilai yang membedakan investasi Islam dari
investasi konvensional. Jadi, investasi yang islami adalah pengorbanan
sumber daya pada masa sekarang untuk mendapatkan hasil yang pasti, dengan
harapan memperoleh hasil yang lebih besar di masa yang akan datang, baik
langsung maupun tidak langsung seraya tetap berpijak pada prinsip-prinsip
syariah secara menyeluruh (kaffah). Selain itu, semua bentuk investasi
dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan lahir
batin di dunia dan akhirat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang
akan datang. Metwally (1995; 70-72) sebagaimana yang dikutip oleh Eko Suprayitno
menyebutkan bahwa investasi di negara penganut ekonomi Islam dipengaruhi oleh 3
faktor sebagai berikut:[7]
1.
Terdapat sanksi untuk
pemegang aset kurang/ tidak produktif (hoarding idle assets)
2.
Dilarang melakukan
berbagai macam bentuk spekulasi dan segala macam judi (maysir).
3.
Tingkat bunga untuk
berbagai macam pinjaman adalah nol (0) dan sebagai gantinya dipakai sistem bagi
hasil.
Dari ketiga kriteria di atas, menunjukkan bahwa dalam
ekonomi Islam tingkat bunga tidak memberikan pengaruh apakah investasi
dilakukan atau tidak. Oleh karena itu, opportunity cost yang digunakan
untuk tujuan investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut.
Dengan kata lain, ketika tabungan yang disalurkan tidak disalurkan ke investasi
nyata, maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan).
Jadi, para investor dapat memilih diantara tiga alternatif untuk
memanfaatkan dananya (a) memegang dananya dalam bentuk tunai (b) memegang
dananya dalam bentuk aset-aset yang tidak menghasilkan pendapatan (contoh:
deposito bank, pinjaman, property) atau (c) menginvestasikan dananya ( menjadi
investor dalam proyek yang dapat menambah persedian modal negara). Menurut
beberapa pandangan kontemporer, seorang Muslim yang menginvestasikan dana atau
tabungannya tidak akan dikenakan pajak pada jumlah yang telah
diinvestasikannya, tetapi dikenakan pajak pada keuntungan yang dihasilkan dari
investasinya, karena dalam perekonomian Islami semua aset-aset yang tidak
termanfaatkan dikenakan pajak, jadi investor Muslim akan lebih baik
memanfaatkan dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam
bentuk yang tidak termanfaatkan.
Prinsip-Prinsip
Ekonomi Islam dalam Investasi:
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syari’ah (pihak terkait) adalah tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram, tidak mendzalimi dan tidak didzalimi, keadilan pendistribusian kemakmuran, transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha, tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syari’ah (pihak terkait) adalah tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram, tidak mendzalimi dan tidak didzalimi, keadilan pendistribusian kemakmuran, transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha, tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar
modal mengacu pada hukum syari’ah yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan
pasar modal syari’ah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman
keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan
dengan syariah berarti diharamkan. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka
sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau
mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak
bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan
adanya insider trading. Konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual
karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu
dan amal.[8]
2.
Return dalam
Pandangan islam
Konsep
pendapatan atau return di dalam Islam adalah Islam menganjurkan kepada
umatnya untuk mencari penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan hidupnya
didunia sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 10: “Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Selain itu juga diterangkan di dalam al-Qur’an surah al-Qashash
ayat 77 sebagaimana berikut: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan
kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.”[9]
Selain itu mengenai return juga diterangkan dalam
hadits Nabi yang berbunyi: “Carilah kebahagiaan (mencari harta
sebanyak-banyaknya) di dunia seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan beribadahlah kamu setiap saat
seakan-akan engkau akan mati esok hari.”
Merujuk dari surat
At-Taubah : 34-35 : ”... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu." (QS. At-Taubah : 34-35)
Menurut Abu Dzar, bahwa umat manusia hanya diperintahkan
mencukupkan harta benda sebatas pada kebutuhan pokoknya semata. Abu Dzar
berpendapat bahwa haram hukumnya memiliki harta benda melebihi kebutuhan
manusia. Dan setiap kelebihan harus didistribusikan ke jalan-jalan Allah
melalui mekanisme zakat, infaq dan shadaqah.[10]
Dari perumpamaan tersebut, dapat
pula dikatakan menurut paham Abu Dzar, bekerja dalam Islam diwajibkan, namun
mengambil return atas investasi melebihi kebutuhan pokoknya diharamkan.
Kelebihan harta atas kebutuhan pokok harus didistribusikan dalam
instrumen-instrumen keuangan.
Namun bila
ditinjau lebih jauh, tidak terdapat unsur kuantitas dalam ayat tersebut.
Artinya, hukuman Allah diperuntukkan hanya bagi orang yang menyimpan
harta dan tidak menafkahkan dijalan Allah (harta untuk dirinya sendiri) tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umat.
Dalam hal ini bisa dikatakan sebagai perilaku penimbunan (ikhtikar).
Secara
kontekstual, hukuman Allah di atas tidak termasuk didalamnya bagi para penabung
(iddtikar) untuk persiapan hari esok. Kehidupan di dunia bersifat
fluktuatif, kebutuhan manusia-pun sifatnya labil. Bisa berarti kebutuhan
tersier hari ini merupakan kebutuhan pokok di masa mendatang. Untuk itulah
menabung sangat perlu guna berjaga-jaga (precantionary motive) di hari
esok.
Menurut jumhur
ulama dinyatakan bahwa tidak ada batasan maksimal kepemilikan harta sejauh
menjaga kaidah-kaidah dalam berusaha dan menggunakan harta benda sesuai
syariat. Manusia tidak bersalah dan tidak akan dihisab karena mengumpulkan
harta benda yang tidak terkira dan tidak terhitung tersebut. [11]
Kaidah-kaidah
syariat erat hubungannya dengan hak orang lain yang ada di dalam diri kita.
Dalam melakukan investasi hendaklah kita juga memikirkan keuntungan untuk orang
lain disamping keuntungan yang kita dapatkan. Konsep ini disebut dengan
keadilan. Dalam mencari pendapatan atau penghidupan haruslah sesuai dengan
kaidah syariah. Bagaimana seseorang memperoleh return, serta digunakan
untuk kegiatan apa return tersebut menjadi polemik baru dalam
berinvestasi.
Adapun beberapa bentuk investasi sesuai syari’ah diantaranya
adalah[12]deposito
syari’ah, pasar modal syari’ah, saham syari’ah, obligasi syari’ah, reksa dana
syari’ah.
Jenis
investasi bedasarkan syari’ah
a.
Tabungan bagi
hasil (mudharabah). Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan
prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang
diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi
prinsip-prinsip syari’ah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada
penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati
bersama.
b.
Deposito bagi
hasil (mudharabah). Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu
tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan
prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang
diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi
prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah
dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya.
3.
Perhitungan Return
Pertama-tama
dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang dapat dibagikan kepada
nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan
melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan
investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi
atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan
performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan return investasi
yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment manager,
bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang
dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk menghitung ekspektasi
/proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track record)
dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari
nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB yang selama ini telah
diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh
besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent rate- yang akan
dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%.
Selanjutnya
dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah
sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional sekaligus memberikan pendapatan
yang wajar. Besarnya biaya operasional tergantung dari tingkat efisiensi bank
masing-masing. Sementara itu, besarnya pendapatan yang wajar antara lain
mengacu kepada indikator-indikator keuangan bank syariah yang bersangkutan
seperti ROA (Return On Assets) dan indikator lain yang relevan. Dari
perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah memerlukan pendapatan investasi -yang
juga dihitung dalam equivalent rate- misalnya sebesar 6 %.
Dari
kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi
bagi hasil untuk nasabah adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0,65 atau
sebesar 65%. Sementara bagi hasil untuk bank syariah sebesar [6% dibagi
(11%+6%)] = 0,35 atau sebesar 35%. Bank sentral mengakui, dalam prakteknya
nasabah iB tidak perlu terlalu pusing dengan perhitungan njlimet bagi hasil
semacam ini. Masyarakat hanya tinggal menanyakan berapa rate indikatif dari
Tabungan iB atau Deposito iB yang diminatinya. Rate indikatif ini adalah nilai
equivalent rate dari pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada nasabah,
yang dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat
dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang akan
diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank syariah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Return merupakan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari
hasil kebijakan investasi yang dilakukannya.
2.
Sumber-sumber return investasi konvensional terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dan
capital gain (loss). Sedangkan return dalam investasi
syariah didapat dari bagi hasil investasi syariah.
3.
Dalam dunia investasi
dikenal adanya hubungan kuat antara risk dan return, yaitu jika risiko tinggi
maka return (keuntungan) juga akan tinggi begitu pula sebaliknya jika
return rendah maka risiko juga akan rendah.
4.
Tingkat bunga tidak
memberikan pengaruh apakah investasi dilakukan atau tidak di dalam ekonomi
Islam. Oleh karena itu, opportunity cost yang digunakan untuk tujuan
investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut. Dengan kata
lain, ketika tabungan yang disalurkan tidak disalurkan ke investasi nyata, maka
seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan).
5. Investasi
dalam Islam bisa dilihat dari tiga sudut,
yaitu individu, masyarakat dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul.
2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Dumairy.
1996. Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Suprayatno, Eko. 2005. Ekonomi Islam, Pendekatan
Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Jakarta: Graha Ilmu.
Fahmi, Irham. 2013.
Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung:
Alfabeta.
Margaretha, Farah . 2014. Manajemen
Keuangan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Grasindo.
Hadi, Yovi Lavianti dan Fahmi, Irham. 2009. Teori
Portofolio dan Analisis Investasi “Teori dan Soal Jawab”. Bandung: Alfabeta.
Moeljadi, Manajemen Keuangan,
(Malang: Bayumedia, 2006), hlm. 82.
Huda, Nurul
dan Nasution, Mustafa Edwin. 2007. Investasi
pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Munir, Misbahul dan Djalaluddin, A. 2006. Ekonomi Qur’ani:
Doktrin Reformasi dalam Al-Qur’an. Malang:
UIN Press.
Lam bin Ibrahin, Abdullah. 2005. Fiqih
Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk
Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah,
(diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan). Solo: Era Intermedia.
Nadjib, Mochammad, dkk. 2008. Investasi
Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, cetakan pertama. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
[3] Eko Suprayatno,
Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. (Jakarta: Graha Ilmu, 2005),
hlm. 126.
[5] Farah Margaretha, Manajemen Keuangan:
Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2014), hlm. 67.
[6] Yovi Lavianti Hadi dan Irham Fahmi, Teori Portofolio dan Analisis Investasi
“Teori dan Soal Jawab”, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 151-152.
[8] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2007),
hlm.
17-18.
[9] Misbahul Munir &
A. Djalaluddin, Ekonomi
Qur’ani: Doktrin Reformasi dalam Al-Qur’an, (Malang:
UIN Press, 2006), hlm. 24.
[10] Abdullah Lam bin
Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan
Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh
Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo: Era Intermedia, 2005), hlm. 31.
[12] Mochammad Nadjib, dkk, Investasi
Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, cetakan pertama, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 68.