MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM PERBANKAN SYARI’AH
Makalah
disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu:
Kholid Hidayatullah, M.HI
Disusun
Oleh:
Kelompok 7
Kelas A
Evi Nurmayanti 141263110
M. Marzuki Ali 141268810
Shinta
Purwati 141273010
PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
(S1 PERBANKAN SYARIAH)
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Seraya memanjatkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT. karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “MUDHARABAH DAN APLIKASINYA
DALAM PERBANKAN SYARI’AH”. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini penulis telah mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang membantu dan membimbing penulisan makalah ini. Secara khusus penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Kholid Hidayatullah,
M.HI. selaku
pembimbing di bidang Mata Kuliah Fiqih Muamalah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo
Metro,
2. Serta teman-teman yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Demikian pula dengan makalah ini, masih
jauh dari sempurna, karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan
dalam makalah ini.
Metro, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
Daftar ISI ............................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah.............................................................. 3
B. Landasan Syari’ah...................................................................... 3
C. Jenis-Jenis Akad Mudharabah.................................................... 4
D. Rukun Mudharabah.....................................................................
6
E. Syarat Sah Mudharabah..............................................................
6
F. Aplikasi dalam Perbankan Syariah..............................................
7
G. Pembatalan Mudharabah............................................................
14
H. Manfaat dan Resiko Mudharabah..............................................
14
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan..........................................................................
16
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akad mudharabah merupakan salah satu
produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Akad mudharabah dilakukan antara
pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan
diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Pada prinsipnya akad
mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara
pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang.
Akad mudharabah berbeda dengan akad
pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional).
Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku
bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam
jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga
tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan
mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha
tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan
mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mudharabah?
2. Apa
Landasan Syariah akad Mudharabah, dan apa saja rukun dan syarat sah nya
mudharabah?
3. Ada
berapa jenis-jenis Mudharabah ?
4. Bagaimana konsep dan perhitungan bagi hasil Mudharabah?
5. Bagaimana aplikasi
mudharabah dalam perbankan syariah?
6. Apa
penyebab pembatalan Mudharabah, dan apa
manfaat serta resiko dalam
Mudharabah ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian mudharabah.
2. Mengetahui Landasan Syariah akad
Mudharabah dan mengetahui
rukun dan syarat sah nya mudharabah.
3. Mengetahui jenis-jenis
Mudharabah .
4. Mengetahui konsep dan perhitungan bagi hasil Mudharabah.
5. Mengetahui aplikasi mudharabah
dalam perbankan syariah.
6. Mengetahui penyebab
pembatalan Mudharabah dan mengetahui
manfaat dan resiko dalam Mudharabah .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau
berjalan. Pengetian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, mudharabah
adalah sebuah akad kerjasama usaha antar pihak dimana pihak pihak pertama (shahib
al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola.[1]
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Abdrrahman Al-Jazairi yang memberikan arti mudharabah
sebagai ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal
usaha. Namun, keuntungan yang diperoleh akan dibagi diantara mereka berdua, dan
jika rugi ditanggung oleh pemilik modal.[2]
B.
Landasan Syari’ah
Secara umum landasan dasar
Syariah Al–Mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dari
ayat-ayat dan hadis berikut ini:
1.
Al-Qur’an
“………dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah………” (Q.S Al-Muzammil: 20)
Yang menjadi Wajhud –
dilalah atau argumen dari Qur’an Surat Al-Muzammil: 20 di atas adalah adanya
kata Yadhribun yang sama dengan akar kata Mudharabah, dimana berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“Apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Q.S
Al-Jumuah: 10)
2.
Hadits
“diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muntalib jika memberikan dana kepada
mitra usahanya secara Mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi aturan tersebut , maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikanlah syarat-ayrat tersebut kepada Rasulullah, dan
Rasulullah pun membolehkannya.”(HR. Thabrani).
3.
Ijma’
Imam zailai, dalam kitabnya Nasbu ar Rayah(4/13), telah menyatakan
bahwa para Sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta
yatim secaraMudharabah, kesepakatan para Shahabat ini sejalan dengan spirit hadis yang
dikutip Abu Ubaid dalam kitab Al amwal (454).
C.
Jenis-Jenis Akad Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah
muthalaqah dan mudharabah muqayyadah. Namun
dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu mudharabah
muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah musytarakah.[3]
1.
Mudharabah Muthalaqah (Unrestricted Investment Account)
Adalah Mudharabah dimana pemilik dananya memberikan
kebebasan kepada pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi
tidak terikat.
2.
Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account)
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau
objek investasi atau sektor usaha. Mudharabah ini disebut juga Investasi
Terikat.[4]
Namun demikian dalam praktik perbankan syariah
modern, kini dikenal dua bentuk mudharabah muqayyadah yaitu:[5]
a. On
balance-sheet yakni aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke
sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, misalnya pertanian,
manufaktur, dan jasa. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja
mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh
digunakan berdasarkan akad penjualan ciciln saja, atau penyewaan cicilan saja,
atau kerja sama usaha saja. Skema ini disebut on balance-sheet karena
dicatat dalam neraca bank.
b. Off
balance sheet yakni aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada
satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Bagi
hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Sedangkan
Bank hanya memperoleh arranger fee karena Bank Syariah hanya bertindak
sebagai arranger saja. Transaksi ini tidak dicatat dalam neraca bank,
tetapi hanya dicatat dalam rekening administratif saja.
3.
Mudharabah Musytarakah
Adalah mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya
dalam kerja sama investasi.
Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah
akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya
operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana,
pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut. Jenis mudharabah
ini disebut mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad
mudharabah dan akad musyarakah.[6]
D. Rukun Mudharabah
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada 3, yaitu:
- Orang yang melakukan akad (al aqidani)
- Modal (ma’qud alaih)
3.
Shighat (ijab dan qabul)
Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi 5, yaitu modal, pekerjaan,
laba, shighat dan dua orang yang berakad.
E. Syarat Sah Mudharabah
Syarat
sah mudharabah berkaitan dengan ‘aqidani (dua orang yang akan akad),
modal dan laba.[7]
1.
Syarat Aqidani
Disyaratkan
bagi orang yang akan melakukan akad adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi
wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan
orang kafir dzimmi atau orang kiafir yang dilindungi di n egara Islam.
2.
Syarat Modal
Modal
harus berupa uang, seperti dinar, dirham atau sejenisnya, yakni segala sesuatu
yang memungkinkan dalam perkongsian.
a.
Modal harus diketahui
dengan jelas dan memiliki ukuran
b. Modal
harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat akad.
c. Modal
harus diberikan kepada pengusaha (mudharib).
3.
Syarat-syarat Laba
a.
Laba harus memiliki
ukuran
b.
Laba harus berupa
bagian yang umum (masyhur)
F.
Aplikasi dalam Perbankan Syari’ah
Mudharabah
di dunia bank syariah merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi
operasional bank Islam secara keseluruhan. Aplikasi mudharabah pada bank
syariah cukup kompleks, namun secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua:
1.
Akad mudharabah antara nasabah
penabung dengan bank
a. Tabungan Mudharabah
a. Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan produk penghimpun dana oleh
bank syariha yang menggunakan akad mudharabah muthlaqah. Bank syariah bertindak
sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal. Nasabah menyerahkan
pengelolaan dana tabungan mudharabah secara mutlak kepada mudharib (bank
syariah), tidak ada batasan baik dilihat dari jenis investasi, jangka waktu,
maupun sektor usaha, dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Bank syariah akan membayar bagi hasil kepada nasabah
setiap akhir bulan, sebesar sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan pada
saat pembukaan rekening tabungan mudharabah. Bagi hasil yang akan diterima
nasabah akan selalu berubah pada akhir bulan. Perubahan bagi hasil ini
disebabkan karena adanya fluktuasi pendapatan bank syarih dan fluktuasi dna
tabungan nasabah.
Bagi hasil tabugnan mudharabah sangat dipengaruhi oleh
antara lain:
1)
Pendapatan bank
syariah
2)
Total investasi
mudharabah muthlaqah
3)
Total investasi
produk tabungan mudharabah
4)
Rata-rata saldo
tabungan mudharabah
5)
Nisbah tabungan
mudharabah yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian
6)
Metode perhitungan
bagi hasil yang diberlakukan
7)
Total pembiayaan
bank syariah
Keterangan:
1)
Nasabah investor
menempatkan dananya dalam bentuk tabungan mudharabah
2)
Bank syariah akan
menyalurkan seluruh dana nasabah penabung dalam bentuk pembiayaan
3)
Bank syariah
memperoleh pendapatan atas pembiayaan yang telah disalurkan
4)
Bank syariah akan
menghitung bagi hasil atas dasar revenue sharing, yaitu pembagian bagi hasil
atas dasar pendapatan sebelum dikurangi biaya. Jumlahnya disesuaikan dengan
saldo rata-rata tabungan dalam bulan laporan
5)
Pada akhir bulan,
nasabah penabung akan mendapatkan bagi hasil dari bank syariah sesuai dengan
nisbah yang telah diperjanjikan
6)
Pada saat nasabah
memerlukan dana, maka dana nasabah akan dikembailkan sesuai dengan jumlah
penarikannya.[8]
b.
Deposito Mudharabah
deposito mudharabah merupakan dana investasi yang
ditempatkan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu, sesuai dengan akad
perjanjian yang dilakukan antara bank dan nasabah investor. Deposito mudharabah
diprediksi ketersediaan dananya karena terdapat jangka waktu dalam
penempatannya. Sifat deposito yaitu penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai
jangka waktunya. Sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa nisbah bagi hasil
yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih tinggi dibandingkan dengan tabungan mudharabah. Deposito merupakan dana
yang dapat diambil sesuai dengan perjanjian berdasarkan jangka waktu yang
disepakati. Jangka waktu deposito berjangka ini bervariasi yaitu 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, 12 bulan, 24 bulan.
Perbedaan jangka waktu deposito berjangka merupakan
perbedaan masa penyimapan, juga akan menimbulkan perbedaan balas jasa berupa
besarnya persentase nisbah bagi hasil. Pada umumnya semakin lama jangka waktu
deposito berjangka maka semakin tinggi persentase nisbah bagi hasil yang
diberikan oleh bank syariah. Deposito berjangka dterbitkan atas nama, baik
perorangan atau atas nama badan hukum. Bukti kepemilikan deposito berjangka
berupa bilyet deposito. dalam bilyet deposito tertera nama pemiliknya.
Pada saat pembukaan deposito berjangka, dalam formulir isian
nasabah diberi pilihan, yaitu ARO dan non ARO (automated roll over), artinya
deposito berjangka tersebut apabila telah jatuh tempo dapat diperpanjang secara
otomatis oleh bank tanpa harus konfirmasi kepada pemegang deposito berjangka.
Nasabah tidak harus datang ke bank untuk memperpanjang jangka waktu
depositonya. Deposito berjangka dengan non ARO yaitu deposito berjangka yang
tidak dapat diperpanjang secara otomatis, sehingga harus dicarikan pada saat
jatuh tempo. Pada saat jatuh tempo dicairkan, dan dalam hal pemegang rekening
deposito tidak ke kantor, maka bank dapat memindahkan dana yang berasal dari
deposito berjangka itu ke rekening lain, misalnya tabungan. Bila nasabah
deposito tidak memiliki reteninga tabungan atau rekenign giro, maka dananya akan
disimpan dalam bentuk titipa atau kewajiban segera.
Bank memberikan imbalan atas penempatan depodito
berjangka berupa bagi hasil yang besarnya ditentukan pada saat pembukaan sesuai
dengan nisbah yang telah diperjanjikan. Pembayaran bagi hasil deposito berjangka
dilakukan pada tanggal valuta, yaitu tanggal pada saat deposito berjangka
dibuka. Pembayaran bagi hasil dapat dilakukan secara tunai, dipindahbukukan ke
rekening lain yang dimilik nasabah seperti giro atau tabungan, atau lansung
dikirimkan ke bank lain atau menmbah nominal deposito berjangka.
Keterangan:
1) Nasabah investor menempatkan dananya dalam bentuk
deposito mudharabah
2) Bank syariah menyalurkan dana nasabah investor dalam
bentuk pembiayaan
3) Bank syariah memperoleh pendapatan atas penempatan dananya
dalam bentuk pembiayaan
4) Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar
revenur sharing, yaitu pembagian hasil atas dasar pendapatan sebelum dikurangi
biaya
5) Pada tanggal valuta, yaitu tanggal penempatan deposito,
nasabah akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah
diperjanjikan
6) Pada saat jatuh tempo, maka dana nasabah akan
dikembalikan seluruhnya
Penalti merupakan dendan yang dibebankan kepada nasabah
pemegang rekening deposito mudharabah apabila nasabah mencairkan depositonya
sebelum jatuh tempo. Penalti dibebankan karena bank telah mengestimasikan
pengunaan dana tersebut, sehingga pencairan deposito berjangka dapat menggangu
likuiditas bank. Penalti tidak diakui sebagai pendapatan operasional bank
tetapi digunakan untuk dana kebijakan, membantu pihak yang lebih membutuhkan.[9]
2. Akad
mudharabah antara bank dengan nasabah peminjam
Pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a.
Pembiayaan modal kerja, seperti
modal kerja perdagangan dan jasa
b.
Investasi khusus, disebut juga
mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus
dengaaan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.
Pihak
bank akan mengadakan akad dengan skema mudharabah dengan masalah melalui proses
yang cukup ketat, di antaranya:
b.
Melihat reputasi
nasabah dalam dunia usaha
c.
Melakukan pembiayaan
pada usaha-usaha yang dapat diprediksi
pendapatannya seperti:
pendapatannya seperti:
1)
mudharabah dengan koperasi yang melakukan akad murabahah untuk memenuhi
kebutuhan karyawannya.
2)
mudharabah dengan pihak yang bergerak di bidang rental officer.
d.
Untuk usaha-usaha yang
kurang bisa diprediksi pendapatannya,
seringkalinya dialihkan ke akad murabahah. Pada akad mudharabah ini pihak bank bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan nasabah sebagai mudharib (amil) Saat akad, nasabah dan bank melakukan kesepakatan tentang:
seringkalinya dialihkan ke akad murabahah. Pada akad mudharabah ini pihak bank bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan nasabah sebagai mudharib (amil) Saat akad, nasabah dan bank melakukan kesepakatan tentang:
1)
Biaya yang dikeluarkan
2)
Nisbah (persentase) bagi hasil Nisbah ini bisa berubah-ubah, misal: 3 bulan
pertama 60:40, tiga bulan kedua 50:50.
3)
Tenggang waktu mudharabah
a)
pihak nasabah memberikan dokumen tentang reputasi dia, pendapatan usahanya, dan
lain-lain yang dibutuhkan pihak bank
b)
setiap tiga bulan, pihak nasabah membayar kepada bank keuntungan usaha dengan
membuat laporan realisasi pendapatan (LRD)
c)
Pada umumnya pihak bank tidak terlibat dalam usaha nasabah, pihak bank hanya
terlibat dalam pembiayaan
d)
Akad mudharabah ini disertai adanya jaminan dari pihak nasabah
3.
Konsep bagi hasil
a. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil
1)
Invesment Rate
Merupakan persentase dana yang diinvestasikan kembali oleh
bank syariah baik ke dalam pembiayaan maupun penyaluran dana lainnya. Kebijakan
ini diambil karena adanya ketentuan dari Bank Indonesia, bahwa sejumlah
persentase tertentu atas dana yang dihimpun dari masyarakat, tidak boleh
diinvestasikan, akan tetapi harus ditempatkan dalam giro wajib minimum untuk
menjaga likuiditas bank syariah. Giro wajib minimum (GWM) merupakan dana yang
wajib dicadangkan oleh setiap bank untuk mendukung likuiditas bank. Misalnya
giro wajib minimum sebesar 8%, maka total dana yang dapat diinvestasikan oleh
bank syariah maksimum sebesar 92%. Maka akan mempengaruhi bagi hasil yang
diterima nasabah investor.
2)
Total Dana
Investasi
Total dana investasi yang diterima bank syariah akan
memperngaruhi bagi hasil yang diterima oleh nasabah investor. Total dana yang
berasal dari investasi mudharabah dapat dihitung dengan menggunakan saldo
minimal bulanan atau saldo harian.
3)
Jenis Dana
Investasi mudharabah dalam penghimpunan dana, dapat
ditawarkan dalam beberapa jenis, yaitu: tabungan mudharabh, deposito
mudharabah, dan sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah (SIMA).
Setiap jenis dana investasi memiliki karakteristik yang bebeda-beda sehingga
bepengaruh pada besarnya bagi hasil.
4)
Nisbah
Nisbah merupaka persentase tertentu yang disebutan dalam
akad kerja sama usaha mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara
bank dan nasabah investor. Karakteristik nisbah dilihat dari:
a)
Persentase nisbah
antar bank syariah berbeda kebijakan bank syariah)
b)
Pesentase nisbah
berbeda sesuai jenis dana yang dihimpun.
c)
Jangkaw waktu
investasi mudharabah akan berpengaruh pada persentase nisbah bagi hasil.
b. Metode perhitungan bagi hasil
1)
Bagi hasil dengan
menggunakan revenue sharing
Dasar pehitungannya yaitu perhitungan bagi hasil yang
didasarkan atas penjualan dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum
dikurangi dengan biaya. Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dengan
mengalihkan nisbah yang telah disetujui dengan pendapatan bruto. Contoh: nisbah
yang telah ditatapkan adalah 10% untuk bank dan 90% untuk nasabah. Dalam hal
bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal, bila bank syariah
memperoleh pendapatan Rp. 10.000.000,- maka bagi hasil yang diterima oleh bank
adalah 10% x Rp. 10.000.000,-= Rp. 1000.000,- dan bagi hasil yang diterima oleh
nasabah sebesar Rp. 9000.000,-. Pada umumnya bagi hasil terhadap investasi dana
dari masyarakat menggunakan revenur sharing.
2)
Bagi hasil
menggunakan profit/loss sharing
Dasar perhitungan bagi hasil dengan menggunakan
profit/loss sharing merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha.
Kedua pihak, bank syariah maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil
usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami kerugian.
Contoh total biaya Rp. 9000.000,- maka: bagi hasil yang diterima nasabah adalah
Rp. 900.000,- (90% x (Rp. 10.000.000 – Rp. 9000.000)). Bagi hasil untuk bank
syariah sebesar Rp. 100.000 (10% x (Rp. 10.000.000 – Rp. 9000.000)).
G.
Pembatalan Mudharabah
Mudharabah
menjadi batal apabila ada perkata-perkara sebagai berikut;[10]
- Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
- Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian, karena dialah penyebab kerugian.
- Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, maka mudharabah menjadi batal.
H.
Manfaat dan Resiko Mudharabah
Manfaat
Mudharabah:
1. Bank
akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
2. Bank
tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga Bank tidak
akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow?arus kas usaha Bank, sehingga
tidak memberatkan nasabah.
4. Bank
akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar
terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip
bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga
tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga
tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan
terjadi krisis ekonomi.
Resiko
Mudharabah:
Risiko yang terdapat dalam Al-mudharabah, terutama pada penerapannya
dalam pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya:
1.
Side treaming: nasabah
menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2.
Lalai dan kesalahan yang
disengaja
3.
Penyembunyian keuntungan oleh
nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul
maal) yang menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lannya sebagai
pengelola usaha (mudharib). Keuntungan usaha yang di dapatkan dari akad
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan
biasanya dalam bentuk persentase.
- Secara umum, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah
- Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada 3, yaitu: Orang yang melakukan akad (al aqidani) , Modal (ma’qud alaih) dan Shighat (ijab dan qabul). Sedang Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi 5, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat dan dua orang yang berakad.
- Syarat sah mudharabah berkaitan dengan ‘aqidani (dua orang yang akan akad), ,modal dan laba.
- Aplikasi Dalam Perbankan Syariah, Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al mudharabah diterapkan pada: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk Pembiayaan modal kerja dan investasi khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2011. Bank Syariah dari teori
ke praktek cet
ke-17. Depok: Gema Insani bekerja
sama dengan Tazkia Cendekia.
Ali, Zainuddin. 2010. Hukum Perbankan
Syariah cet
ke-2. Jakarta: Sinar Grafika.
Nurhayati, Sri
dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah
di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.
Karim, Adiwarman
A. 2010. Bank Islam edisi ke-4, cet ke-7. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Syafe’I, Rachmat . 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah.
Jakarta: Kencana.
[1] Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Depok: Gema Insani bekerja
sama dengan Tazkia Cendekia,
2011) cet ke-17, hlm.
95.
[3] Sri Nurhayati dan
Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 122.
[6] Adiwarman A.Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010) edisi ke-4, cet
ke-7, hlm.
212-213.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar