Selasa, 24 Mei 2016

MUDHARABAH



MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM PERBANKAN SYARI’AH

Makalah disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih Muamalah
Description: Description: D:\KULIAH\STAIN Logo.jpgDosen Pengampu: Kholid Hidayatullah, M.HI
















Disusun Oleh:
Kelompok 7
Kelas A

Evi Nurmayanti             141263110
M. Marzuki Ali              141268810
Shinta Purwati               141273010



PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
(S1 PERBANKAN SYARIAH)
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

      Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM PERBANKAN SYARI’AH”. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisan makalah ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.       Bapak Kholid Hidayatullah, M.HI. selaku pembimbing di bidang Mata Kuliah Fiqih Muamalah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro,
2.      Serta teman-teman yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
       Demikian pula dengan makalah ini, masih  jauh dari sempurna, karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan dalam makalah ini.


          Metro, Oktober 2015


                                                                                                                                  Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................  ii
Daftar ISI .............................................................................................  iii
BAB  I  Pendahuluan
A.   Latar Belakang Masalah ............................................................  1
B.   Rumusan Masalah ......................................................................  1
C.   Tujuan ........................................................................................  2
BAB  II   PEMBAHASAN
A.   Pengertian Mudharabah.............................................................. 3
B.   Landasan Syari’ah...................................................................... 3
C.   Jenis-Jenis Akad Mudharabah.................................................... 4
D.  Rukun Mudharabah..................................................................... 6
E.   Syarat Sah Mudharabah.............................................................. 6
F.   Aplikasi dalam Perbankan Syariah.............................................. 7
G.   Pembatalan Mudharabah............................................................ 14
H.   Manfaat dan Resiko Mudharabah.............................................. 14
BAB  III  PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................... 16

Daftar Pustaka


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Akad mudharabah dilakukan antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.

B.         Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian mudharabah?
2.      Apa Landasan Syariah akad Mudharabah, dan apa saja rukun dan syarat sah nya mudharabah?
3.      Ada berapa jenis-jenis Mudharabah ?
4.      Bagaimana konsep dan perhitungan bagi hasil Mudharabah?
5.      Bagaimana aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah?
6.      Apa penyebab pembatalan Mudharabah, dan apa manfaat serta resiko dalam Mudharabah ?


C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian mudharabah.
2.      Mengetahui Landasan Syariah akad Mudharabah dan mengetahui rukun dan syarat sah nya mudharabah.
3.      Mengetahui jenis-jenis Mudharabah .
4.      Mengetahui konsep dan perhitungan bagi hasil Mudharabah.
5.      Mengetahui aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah.
6.      Mengetahui penyebab pembatalan Mudharabah dan mengetahui manfaat dan resiko dalam Mudharabah .





















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan. Pengetian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah  proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, mudharabah adalah sebuah akad kerjasama usaha antar pihak dimana pihak pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.[1] Hal yang sama juga diungkapkan oleh Abdrrahman Al-Jazairi yang memberikan arti mudharabah sebagai ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha. Namun, keuntungan yang diperoleh akan dibagi diantara mereka berdua, dan jika rugi ditanggung oleh pemilik modal.[2]

B.       Landasan Syari’ah
Secara umum landasan dasar Syariah AlMudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dari ayat-ayat dan hadis berikut ini:
1.        Al-Qur’an
“………dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah………” (Q.S Al-Muzammil: 20)
Yang menjadi Wajhud – dilalah atau argumen dari Qur’an Surat Al-Muzammil: 20 di atas adalah adanya kata Yadhribun yang sama dengan akar kata Mudharabah, dimana berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Q.S Al-Jumuah: 10)
2.        Hadits
“diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muntalib jika memberikan dana kepada mitra usahanya secara Mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut , maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-ayrat tersebut kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun membolehkannya.”(HR. Thabrani).
3.         Ijma’
Imam zailai, dalam kitabnya Nasbu ar Rayah(4/13), telah menyatakan bahwa para Sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secaraMudharabah, kesepakatan para Shahabat ini sejalan dengan spirit hadis yang dikutip Abu Ubaid dalam kitab Al amwal (454).
C.      Jenis-Jenis Akad Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah muthalaqah dan mudharabah muqayyadah. Namun dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah musytarakah.[3]
1.             Mudharabah Muthalaqah (Unrestricted Investment Account)
Adalah Mudharabah dimana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
2.             Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account)
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau sektor usaha. Mudharabah ini disebut juga Investasi Terikat.[4]
Namun demikian dalam praktik perbankan syariah modern, kini dikenal dua bentuk mudharabah muqayyadah yaitu:[5]
a.         On balance-sheet yakni aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan ciciln saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini disebut on balance-sheet karena dicatat dalam neraca bank.
b.        Off balance sheet yakni aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Sedangkan Bank hanya memperoleh arranger fee karena Bank Syariah hanya bertindak sebagai arranger saja. Transaksi ini tidak dicatat dalam neraca bank, tetapi hanya dicatat dalam rekening administratif saja.
3.             Mudharabah Musytarakah
Adalah mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut. Jenis mudharabah ini disebut mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.[6]

D.      Rukun Mudharabah
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada 3, yaitu:
  1. Orang yang melakukan akad (al aqidani)
  2. Modal (ma’qud alaih)
3.      Shighat (ijab dan qabul)
Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi 5, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat dan dua orang yang berakad.

E.       Syarat Sah Mudharabah
Syarat sah mudharabah berkaitan dengan ‘aqidani (dua orang yang akan akad), modal dan laba.[7]
1.    Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kiafir yang dilindungi di n egara Islam.
2.    Syarat Modal
Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham atau sejenisnya, yakni segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.
a.     Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
b.     Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat akad.
c.     Modal harus diberikan kepada pengusaha (mudharib).
3.    Syarat-syarat Laba
a.         Laba harus memiliki ukuran
b.        Laba harus berupa bagian yang umum (masyhur)

F.       Aplikasi dalam Perbankan Syari’ah
Mudharabah di dunia bank syariah merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Aplikasi mudharabah pada bank syariah cukup kompleks, namun secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua:
1.    Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank
a. Tabungan
Mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan produk penghimpun dana oleh bank syariha yang menggunakan akad mudharabah muthlaqah. Bank syariah bertindak sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal. Nasabah menyerahkan pengelolaan dana tabungan mudharabah secara mutlak kepada mudharib (bank syariah), tidak ada batasan baik dilihat dari jenis investasi, jangka waktu, maupun sektor usaha, dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Bank syariah akan membayar bagi hasil kepada nasabah setiap akhir bulan, sebesar sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan pada saat pembukaan rekening tabungan mudharabah. Bagi hasil yang akan diterima nasabah akan selalu berubah pada akhir bulan. Perubahan bagi hasil ini disebabkan karena adanya fluktuasi pendapatan bank syarih dan fluktuasi dna tabungan nasabah.
Bagi hasil tabugnan mudharabah sangat dipengaruhi oleh antara lain:
1)        Pendapatan bank syariah
2)        Total investasi mudharabah muthlaqah
3)        Total investasi produk tabungan mudharabah
4)        Rata-rata saldo tabungan mudharabah
5)        Nisbah tabungan mudharabah yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian
6)        Metode perhitungan bagi hasil yang diberlakukan
7)        Total pembiayaan bank syariah



Keterangan:
1)        Nasabah investor menempatkan dananya dalam bentuk tabungan mudharabah
2)        Bank syariah akan menyalurkan seluruh dana nasabah penabung dalam bentuk pembiayaan
3)        Bank syariah memperoleh pendapatan atas pembiayaan yang telah disalurkan
4)        Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar revenue sharing, yaitu pembagian bagi hasil atas dasar pendapatan sebelum dikurangi biaya. Jumlahnya disesuaikan dengan saldo rata-rata tabungan dalam bulan laporan
5)        Pada akhir bulan, nasabah penabung akan mendapatkan bagi hasil dari bank syariah sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan
6)        Pada saat nasabah memerlukan dana, maka dana nasabah akan dikembailkan sesuai dengan jumlah penarikannya.[8]
b. Deposito Mudharabah
deposito mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu, sesuai dengan akad perjanjian yang dilakukan antara bank dan nasabah investor. Deposito mudharabah diprediksi ketersediaan dananya karena terdapat jangka waktu dalam penempatannya. Sifat deposito yaitu penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai jangka waktunya. Sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa nisbah bagi hasil yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih tinggi dibandingkan dengan  tabungan mudharabah. Deposito merupakan dana yang dapat diambil sesuai dengan perjanjian berdasarkan jangka waktu yang disepakati. Jangka waktu deposito berjangka ini bervariasi yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 24 bulan.
Perbedaan jangka waktu deposito berjangka merupakan perbedaan masa penyimapan, juga akan menimbulkan perbedaan balas jasa berupa besarnya persentase nisbah bagi hasil. Pada umumnya semakin lama jangka waktu deposito berjangka maka semakin tinggi persentase nisbah bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah. Deposito berjangka dterbitkan atas nama, baik perorangan atau atas nama badan hukum. Bukti kepemilikan deposito berjangka berupa bilyet deposito. dalam bilyet deposito tertera nama pemiliknya.
Pada saat pembukaan deposito berjangka, dalam formulir isian nasabah diberi pilihan, yaitu ARO dan non ARO (automated roll over), artinya deposito berjangka tersebut apabila telah jatuh tempo dapat diperpanjang secara otomatis oleh bank tanpa harus konfirmasi kepada pemegang deposito berjangka. Nasabah tidak harus datang ke bank untuk memperpanjang jangka waktu depositonya. Deposito berjangka dengan non ARO yaitu deposito berjangka yang tidak dapat diperpanjang secara otomatis, sehingga harus dicarikan pada saat jatuh tempo. Pada saat jatuh tempo dicairkan, dan dalam hal pemegang rekening deposito tidak ke kantor, maka bank dapat memindahkan dana yang berasal dari deposito berjangka itu ke rekening lain, misalnya tabungan. Bila nasabah deposito tidak memiliki reteninga tabungan atau rekenign giro, maka dananya akan disimpan dalam bentuk titipa atau kewajiban segera.
Bank memberikan imbalan atas penempatan depodito berjangka berupa bagi hasil yang besarnya ditentukan pada saat pembukaan sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan. Pembayaran bagi hasil deposito berjangka dilakukan pada tanggal valuta, yaitu tanggal pada saat deposito berjangka dibuka. Pembayaran bagi hasil dapat dilakukan secara tunai, dipindahbukukan ke rekening lain yang dimilik nasabah seperti giro atau tabungan, atau lansung dikirimkan ke bank lain atau menmbah nominal deposito berjangka.
Keterangan:
1)      Nasabah investor menempatkan dananya dalam bentuk deposito mudharabah
2)      Bank syariah menyalurkan dana nasabah investor dalam bentuk pembiayaan
3)      Bank syariah memperoleh pendapatan atas penempatan dananya dalam bentuk pembiayaan
4)      Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar revenur sharing, yaitu pembagian hasil atas dasar pendapatan sebelum dikurangi biaya
5)      Pada tanggal valuta, yaitu tanggal penempatan deposito, nasabah akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan
6)      Pada saat jatuh tempo, maka dana nasabah akan dikembalikan seluruhnya
Penalti merupakan dendan yang dibebankan kepada nasabah pemegang rekening deposito mudharabah apabila nasabah mencairkan depositonya sebelum jatuh tempo. Penalti dibebankan karena bank telah mengestimasikan pengunaan dana tersebut, sehingga pencairan deposito berjangka dapat menggangu likuiditas bank. Penalti tidak diakui sebagai pendapatan operasional bank tetapi digunakan untuk dana kebijakan, membantu pihak yang lebih membutuhkan.[9]

2.    Akad mudharabah antara bank dengan nasabah peminjam
Pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a.         Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
b.        Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengaaan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.
Pihak bank akan mengadakan akad dengan skema mudharabah dengan masalah melalui proses yang cukup ketat, di antaranya:
b.        Melihat reputasi nasabah dalam dunia usaha
c.         Melakukan pembiayaan pada usaha-usaha yang dapat diprediksi
pendapatannya seperti:
1) mudharabah dengan koperasi yang melakukan akad murabahah untuk memenuhi kebutuhan karyawannya.
2) mudharabah dengan pihak yang bergerak di bidang rental officer.
d.        Untuk usaha-usaha yang kurang bisa diprediksi pendapatannya,
seringkalinya dialihkan ke akad murabahah. Pada akad mudharabah ini pihak bank bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan nasabah sebagai mudharib (amil) Saat akad, nasabah dan bank melakukan kesepakatan tentang:
1) Biaya yang dikeluarkan
2) Nisbah (persentase) bagi hasil Nisbah ini bisa berubah-ubah, misal: 3 bulan pertama 60:40, tiga bulan kedua 50:50.
3) Tenggang waktu mudharabah
a) pihak nasabah memberikan dokumen tentang reputasi dia, pendapatan usahanya, dan lain-lain yang dibutuhkan pihak bank
b) setiap tiga bulan, pihak nasabah membayar kepada bank keuntungan usaha dengan membuat laporan realisasi pendapatan (LRD)
c) Pada umumnya pihak bank tidak terlibat dalam usaha nasabah, pihak bank hanya terlibat dalam pembiayaan
d) Akad mudharabah ini disertai adanya jaminan dari pihak nasabah

3.        Konsep bagi hasil
a.       Faktor yang mempengaruhi bagi hasil
1)        Invesment Rate
Merupakan persentase dana yang diinvestasikan kembali oleh bank syariah baik ke dalam pembiayaan maupun penyaluran dana lainnya. Kebijakan ini diambil karena adanya ketentuan dari Bank Indonesia, bahwa sejumlah persentase tertentu atas dana yang dihimpun dari masyarakat, tidak boleh diinvestasikan, akan tetapi harus ditempatkan dalam giro wajib minimum untuk menjaga likuiditas bank syariah. Giro wajib minimum (GWM) merupakan dana yang wajib dicadangkan oleh setiap bank untuk mendukung likuiditas bank. Misalnya giro wajib minimum sebesar 8%, maka total dana yang dapat diinvestasikan oleh bank syariah maksimum sebesar 92%. Maka akan mempengaruhi bagi hasil yang diterima nasabah investor.
2)        Total Dana Investasi
Total dana investasi yang diterima bank syariah akan memperngaruhi bagi hasil yang diterima oleh nasabah investor. Total dana yang berasal dari investasi mudharabah dapat dihitung dengan menggunakan saldo minimal bulanan atau saldo harian.
3)        Jenis Dana
Investasi mudharabah dalam penghimpunan dana, dapat ditawarkan dalam beberapa jenis, yaitu: tabungan mudharabh, deposito mudharabah, dan sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah (SIMA). Setiap jenis dana investasi memiliki karakteristik yang bebeda-beda sehingga bepengaruh pada besarnya bagi hasil.
4)        Nisbah
Nisbah merupaka persentase tertentu yang disebutan dalam akad kerja sama usaha mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara bank dan nasabah investor. Karakteristik nisbah dilihat dari:
a)         Persentase nisbah antar bank syariah berbeda kebijakan bank syariah)
b)        Pesentase nisbah berbeda sesuai jenis dana yang dihimpun.
c)         Jangkaw waktu investasi mudharabah akan berpengaruh pada persentase nisbah bagi hasil.
b.      Metode perhitungan bagi hasil
1)        Bagi hasil dengan menggunakan revenue sharing
Dasar pehitungannya yaitu perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dengan mengalihkan nisbah yang telah disetujui dengan pendapatan bruto. Contoh: nisbah yang telah ditatapkan adalah 10% untuk bank dan 90% untuk nasabah. Dalam hal bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal, bila bank syariah memperoleh pendapatan Rp. 10.000.000,- maka bagi hasil yang diterima oleh bank adalah 10% x Rp. 10.000.000,-= Rp. 1000.000,- dan bagi hasil yang diterima oleh nasabah sebesar Rp. 9000.000,-. Pada umumnya bagi hasil terhadap investasi dana dari masyarakat menggunakan revenur sharing.
2)        Bagi hasil menggunakan profit/loss sharing
Dasar perhitungan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha. Kedua pihak, bank syariah maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami kerugian. Contoh total biaya Rp. 9000.000,- maka: bagi hasil yang diterima nasabah adalah Rp. 900.000,- (90% x (Rp. 10.000.000 – Rp. 9000.000)). Bagi hasil untuk bank syariah sebesar Rp. 100.000 (10% x (Rp. 10.000.000 – Rp. 9000.000)).

G.      Pembatalan Mudharabah
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkata-perkara sebagai berikut;[10]
  1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
  2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian, karena dialah penyebab kerugian.
  3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, maka mudharabah menjadi batal.
H.      Manfaat dan Resiko Mudharabah
Manfaat Mudharabah:
1.      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga Bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3.      Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow?arus kas usaha Bank, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.      Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.      Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.



Resiko Mudharabah:
Risiko yang terdapat dalam Al-mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya:
1.         Side treaming: nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2.         Lalai dan kesalahan yang disengaja
3.         Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.





















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.       Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lannya sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan usaha yang di dapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan biasanya dalam bentuk persentase.
  1. Secara umum, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah
  2. Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada 3, yaitu: Orang yang melakukan akad (al aqidani) , Modal (ma’qud alaih) dan Shighat (ijab dan qabul). Sedang Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi 5, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat dan dua orang yang berakad.
  3. Syarat sah mudharabah berkaitan dengan ‘aqidani (dua orang yang akan akad), ,modal dan laba.
  4. Aplikasi Dalam Perbankan Syariah, Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al mudharabah diterapkan pada: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk Pembiayaan modal kerja dan investasi khusus.





DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2011. Bank Syariah dari teori ke praktek cet ke-17. Depok: Gema Insani bekerja sama dengan Tazkia Cendekia.
Ali, Zainuddin. 2010. Hukum Perbankan Syariah cet ke-2. Jakarta:  Sinar Grafika.
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Karim, Adiwarman A. 2010. Bank Islam edisi ke-4, cet ke-7. Jakarta:  PT RajaGrafindo Persada.
Syafe’I, Rachmat . 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.








[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Depok: Gema Insani bekerja sama dengan Tazkia Cendekia, 2011) cet ke-17, hlm. 95.
[2] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta:  Sinar Grafika, 2010) cet ke-2, hlm. 25.
[3] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 122.
[4] Ibid., hlm. 122-123.
[5] Ibid., hlm. 123.
[6] Adiwarman A.Karim, Bank Islam, (Jakarta:  PT RajaGrafindo Persada, 2010) edisi ke-4, cet ke-7,  hlm. 212-213.
[7] Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 228-229.
[8] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 89-91.
[9] Ibid., hlm. 91-95.
[10] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar